Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Table of Contents
Tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar secara umum adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika. Menurut Depdiknas (2001:9), kompetensi atau kemampuan umum pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagai berikut:
- Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian beserta operasi hitung campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan.
- Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume.
- Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat.
- Menggunakan pengukuran: Satuan, kesetaraan antar satuan, dan penaksiran pengukuran.
- Menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti: Ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan dan menyajikannya.
- Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengomunikasikan gagasan secara matematika.
Tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar secara khusus menurut Depdiknas, sebagai berikut:
- Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme.
- Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
- Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
- Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
- Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Cara mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut, seorang guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif membentuk, menemukan, dan mengembangkan pengetahuannya. Kemudian siswa dapat membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses belajar dan mengkonstruksinya dalam ingatan yang sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Jean Piaget, bahwa pengetahuan atau pemahaman siswa itu ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa itu sendiri.
Proses pembelajaran matematika perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius, sebab hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika di sekolah dasar masih belum menunjukan hasil yang memuaskan. Hal ini dilihat dari hasil rata-rata nilai ujian akhir sekolah yang hanya berkisar pada nilai 5 dan 6. Ini merupakan indikator yang menunjukan bahwa kemampuan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran matematika masih rendah. Padahal, diketahui bahwa dengan pemahaman tersebut siswa mestinya dapat mengkomunikasikan konsep yang telah dipahaminya untuk menyelesaikan masalah matematika.
Dalam penelitiannya, Soedjadi (2000) mengemukakan bahwa daya serap rata-rata siswa sekolah dasar untuk mata pelajaran matematika hanya sebesar 42%.
Faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika adalah penerapan metode pembelajaran matematika yang masih terpusat pada guru, sementara siswa cenderung pasif.. Faktor lainnya adalah penerapan model pembelajaran konvensional, yakni ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Sistem pembelajaran yang demikian ini menyebabkan siswa tidak berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran, sehingga siswa tidak dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika untuk meningkatkan pengembangan kemampuannya.
Model pembelajaran konvensional biasanya menekankan pada latihan pengerjaan soal, prosedural dan banyak menggunakan rumus dan algoritme sehingga siswa dilatih mengerjakan soal seperti mekanik atau mesin. Kekurangan model pembelajaran konvensional yaitu hanya mendidik siswa menjadi orang yang bersifat prosedural, simbolis tertentu, yaitu bekerja tetapi bukan untuk berfikir, kurang mengedepankan aspek berfikir atau analisis yang mandiri.
Contoh kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional adalah bahwa siswa menyimak penjelasan gurunya dalam memberikan contoh dan menyelesaikan soal-soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri dalam buku teks atau lembar kerja siswa (LKS) yang telah disediakan. Dampak pembelajaran konvensional bisa muncul kalau siswa diberi soal yang berbeda dengan soal latihan mereka mengalami kesulitan atau membuat kesalahan dalam menyelesaikan tugasnya. Hal ini menunjukan bahwa siswa hanya menghafal prosedur penyelesaian dan kemampuan pemahaman siswa dapat dikatakan kuran, oleh sebab itu masalah dalam pembelajaran matematika adalah siswa sulit memahami pelajaran matematika.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan cara pengembangan dan peningkatan mutu pembelajaran matematika, yakni pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi setiap elemen untuk menumbuhkembangkan kemampuan berfikir. Cara mengembangkan kemampuan berfikir salah satunya dapat dilakukan dengan jalan membangun pemahaman dalam diri siswa.
Membangun pemahaman pada setiap kegiatan belajar matematika akan memperluas pengetahuan matematika yang dimiliki. Semakin luas pengetahuan tentang ide atau gagasan matematika yang dimiliki, semakin bermanfaat dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi. Dengan pemahaman diharapkan tumbuh kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan konsep yang telah dipahami dengan baik dan benar pada setiap menghadapi permasalahan dalam pembelajaran matematika.
Memberikan pemahaman kepada siswa secara jelas, bahwa matematika merupakan suatu bahasa atau bahasa simbol yang berlaku secara umum yang disepakati secara internasional bagi mereka yang mempelajari matematika. Bahasa matematika ini sangat diperlukan untuk komunikasi dalam lingkungan masyarakat pendidikan, karenanya dapat dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan mengakses matematika. Sementara dalam pembelajaran matematika yang konvensional itu jarang sekali siswa diminta mengkomunikasikan ide-idenya. Sehingga apabila siswa ditanya tentang suatu konsep atau proses, siswa tidak dapat menjawab dengan penuh keyakinan atau malah diam, bahkan mungkin tidak mampu. Ini berarti bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa adalah kurang, karena dalam pembelajaran konvensional siswa bersifat pasif. Sehingga siswa mengalami kesulitan untuk memberi penjelasan yang benar, jelas, dan logis.
Dampak negatif model pembelajaran konvensional yang lainnya dalam pembelajaran matematika, siswa jarang diajak atau dituntut untuk memberikan penjelasan, alasan, atau memberikan pertanggungjawabannya dalam pelajaran matematika, sehingga sangat sulit bagi mereka berbicara tentang matematika, yang terjadi adalah mereka sulit mengemukakan pendapat atau hanya diam saja, bahkan tidak mampu. Ditambah lagi padatnya materi dalam kurikulum, menyebabkan guru hanya berkonsentrasi pada pencapaian penyelesaian materi, sehingga guru tidak sempat lagi memikirkan bagaimana meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswanya dan pemberian kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagasannya.
Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa, maka harus meningkatkan pemahaman matematika siswa dengan cara menanamkan konsep, prinsip, dan strategi penyelesaian.
Post a Comment