Menciptkan Suasana Belajar Yang Sehat
Table of Contents
Penempatan anak secara homogen dan heterogen
Pengelompokkan anak dalam pembelajaran kooperatif hendaknya secara heterogen. Dengan demikian, kelompok memiliki anggota yang tergolong berkemampuan tinngi, sedang, dan rendah.
Bagaimana menempatkananak dalam kelompok.
Bagi anak-anak
yang baru mengenal belajar kooperatif sebaiknya dimulai dengan menempatkan
mereka kedalam kelompok belajar kooperatif yang berorientasi pada buka tugas (nontask-oriented). Bagi anak-anak yang
telah berpengalaman dalam belajar kooperatif, mereka dapat ditempatkan dalam
kelompok belajar kooperatif yang berorientasi pada tugas (task-oriented).
Anak-anak bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru.
Kebebasan meilih teman sering
menyebabkan terbentuknya kelompok-kelompok belajar homogeny yang dapat menggagalkan
tujuan belajar koperatif. Anggota kelompok belajar hendaknya ditentukan oleh
guru secara acak. Ada beberapa teknik untuk menentukan anak ke dalam kelompok
a. Berdasarkan
sosiometri
Melalui metode
sosiometri, anak ditentukan apakah ia tergolong disukai banyak teman atau
tergolong terisolasi. Anak-anak yang terisolasi hendaknya dimasukkan
kedalam kelompok anak yang disukai
banyak teman.
b. Berdasarkan
kesamaan nomor
Jika jumlah anak
dalam suatu kelas ada 30 misalnya, dan guru ingin membentuk 10 kelomopok
masing-masing beranggotakan 3 anak, guru dapat menghitung anak-anak tersebut
dengan hitungan satu sampai sepuluh. Anak yang bernomor sama berkumpul dalam
satu kelompok sehingga dengan demikian diperoleh 10 kelompok belajar dengan
anggotanya diharapkan berkemampuan heterogen.
c. Menggunakan
teknik acak berstrata
Lebih dahulu
ditentukan kelompok anak secara homogeny, misalnya kelompok anak pandai dalam
bidang studi tertentu, sedang, kurang, menyandang ketunaan, dan sebagainya.
Setelah itu, kelompok heterogen sehingga dalam tiap kelompok terdapat anak
pandai, sedang, kurang, dan luar biasa.
d. Menentukan tempat duduk
anak
Tempat duduk
hendaknya disusun agar tiap anggota kelompok dapat saling bertatap muka tetapi
cukup terpisah dari kelompok-kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dalam
bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan dapat menjadi pilihan
e. Merancang bahan untuk
meningkatkan saling ketergantungan
Cara menyusun
bahan belajar dan menggunakannya dalam suatu kegiatan belajar dapat
menentukan keefektifan pencapaian tujuan
belajar melalui saling ketergantungan positif antar anak-anak. Bahan belajar
hendaknya dibagikan kepada semua anak agar mereka dapat berpartisipasi untuk
mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. jika kelompok belajar cukup berpengalaman
dalam bekerja sama secara kelompok, guru tidak perlu membagikan bahan belajar
dengan petunjuk-petunjuk khusus. Jika kelompok belajar masih baru, guru perlu
mengkomunikasikan kepada anak-anak bahwa mereka harus bekerjasama, bukan
bekerja secara sendiri-sendiri. Ada tiga macam cara meningkatkan ketergantungan
positif, yaitu :
- Saling ketergantungan bahan. tiap kelompok hanya diberi satu bahan belajar, dan kelompok harus bekerja sama untuk mempelajarinya.
- Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan belajar yangt berbeda untuk disintesiskan. Bahan pelajaran juga dapat diberikan dalam bentuk jigsawpuzzle sehingga dengan demikian tiap anak memiliki bagian dari bahan yang diperlukan untuk melengkapi tugas.
- Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan belajar disusun dalam suatu bentuk pertandingan antarkelompok berkekuatan setara sebagai dasar untuk meningkatkan saling ketergantungan antaranggota kelompok. Kesetaraan kekuatan antarkelompok hendaknya diperhatikan karena kompetisi antarkelompok yang seimbang dapat membangkitkan motivasi belajar.
f. Menentukan peranan anak
untuk menunjang saling ketergantunga
Saling
ketergantungan kooperatif kadang-kadang juga disusun berdasarkan tugas-tugas
yang saling melengkapi pada tiap anggota kelompok. Dalam pelajaran IPA
misalnya, seorang anggota kelompok ditugasi sebagai penyimpul, lainnya sebagai
peneliti, penulis, pemberi semangat, da nada pula yang menjadi pengawas
terjalinnya kerja sama. Penugasan untuk memerankan fungsi-fungsi semacam itu
merupakan metode efektif untuk melatih keterampilan bekerja sama.
g. Menjelaskan tuga
akademik
Ada beberapa
aspek yang harus disadari oleh guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada
anak seperti dikemukakan berikut ini :
- Menyusun tugas sehingga anak-anak menjadi jelas tentang tugas tersebut. Bagi anak-anak, kejelasan tugas dapat menghindarkan mereka dari frustasi. Dalam pembelajaran kooperatif anak yang tidak memahami tugasnya dapat bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
- Menjelaskan tujuan pembelajarn dan kaitannya dengan pengalaman anak dimasa lampau. Mendifinasikan konsep-konsep, menjelaskan prosedur yang harus diikuti oleh anak, atau memberikan contoh-contoh.
- Mengajukan pertanyaan-pertanyaan khusus untuk untuk mengetahui pemahaman anak tentang tugasnya.
h. Mengomunikasikan kepada
anak tentang tujuan dan keharusan bekerja sama
Untuk
mengomunikasikan kepada anak tentang tujuan dan keharusan bekerja sama, guru
dapat menggunakan cara-cara sebagai berikut :
- Meminta kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk. Karya atau produk kelompok dapat berbentuk laporan atau karya lainnya. Tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan yang menunjukkan bahwa ia setuju dengan isi laporan kelompok dan dapat menjelaskan alas an da nisi laporan.
- Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin rasa kebersamaan. Semua anggota kelompok harus saling membantu agar masing-masing memperoleh skors hasil belajar yang optimal, karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan tiap anggotanya.
i. Menyusun akuntabilitas individual
Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota yang mengerjakan seluruh pekerjaan atau anggota yang tidak melakukan pekerjaan apapun demi kelompok. Untuk menjamin bahwa seluruh anggota kelompok belajar dan bahwa kelompok mengetahui adanya anggota yang memerlukan bantuan dan dorongan, guru harus sering melakukan pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap anggota kelompok.
j. Menyusun kerja sama antarkelompok
Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat diperluas keseluruh kelas dengan menciptakan kerjasama antarkelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh anggota kelas mencapai standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, anggotanya dapat diminta untuk mmembantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai. Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas yang sehat, yang memungkinkan semua potensi anak berkembang optimal dan terintegrasi.
k. Menjelaskan kriteria keberhasilan
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion referenced). Pada awal kegiatan pembelajaran guru hendaknya menjelaskan dengan gambling tentang bagaimana pekerjaan anak-anak akan dinilai.
l. Mendifinisikan perilaku yang diharapkan
Perkataan kerjasama atau gotong royong; sering memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru perlu mendifinisikan perkataan kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai perilaku yang sesuai dengan pembelajaran kooperatif. Berbagai bentuk perilaku tersebut antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata “tetaplah berada dalam kelompokmu”, “berbicaralah pelan-pelan,” dan “berbicaralah menurut giliran”. Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan dapat meliputi:
- Tiap anggota menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban.
- Meminta kepada tiap anggota mengaitkan dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya untuk mengawali pelajaran.
- Memeriksa, untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok memahami bahan yang dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.
- Mendorong semua anggota kelompok untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas.
- Merhatikan dengan sungguh-sungguh tentang apa yang dikatakan oleh anggota lain.
- Jangan mengubah pikiran karna berbeda dengan pikiran anggota lain tanpa penjelasan yang logis.
- Memberi kritik terhadap ide, bukan terhadap pribadi.
m. Memantau Perilaku Anak
setelah
kelompok-kelompok mulai bekerja, guru hendaknya menggunakan sebagian besar dari
waktunya untuk memantau kegiatan anak, untuk mengetahui masalah-masalah yang
muncul dalam menyelesaikan tugas dan dalam menjalin hubungan kerja sama.
n. Memberi Bantuan Kepada Anak dalam
Menyelesaikan Tugas
pada
saat melakukan pemantauan, guru hendaknya menjelaskan pelajaran, mengulang
prosedur dan strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan dan
mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas jika perlu.
o. Intervensi untuk Mengajarkan Keterampilan
Bekerja Sama
pada
saat memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang
menemukan anak yang tidak memiliki keterampilan bekerja sama yang cukup dan
adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam keadaan
demikian, guru mungkin perlu memberikan nasihat agar anak-anak dapat bekerja
secara efektif.
p. Menutup Pelajaran
pada
saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok pelajaran, meminta
anak-anak mengemukakan ide-ide atau memberi contoh, dan menjawab pertanyaan
akhir yang mungkin diajukan oleh anak.
q. Mengevaluasi Kualitas dan Kuantitas
Belajar Anak
guru
melakukan evaluasi terhadap hasil belajar kelompok berdasarkan penilaian acuan
patokan. Para anggota kelompok juga harus diberi umpan balik tentang hasil
belajar dan kerja sama mereka dalam kelompok.
r. Mengevaluasi Kebagusan Berfungsinya
Kelompok Belajar
meskipun
waktu belajar dikelas terbatas, kadang-kadang diperlukan waktu untuk
membicarakan kebagusan kelompok-kelompok berfungsi pada hari itu, apa yang
telah dilakukan dengan baik, dan apa yang masih perlu ditingkatkan.
SUASANA BELAJAR KOMPETITIF
Alasan utama seorang guru memilih suasana belajar kompetitif umumnya adalah untuk membangkitkan motivasi belajar. Alasan tersebut tidak keliru karena manusia pada hakikatnya needs for achievement dan needs for power yang biasanya dapat dipenuhi melalui kompetisi. Tetapi, guru sering lupa bahwa kompetisi antar individu atau antar kelompok yang seimbang dapat menimbulkan keputusasaan bagi yang lemah dan menimbulkan kebosanan bagi yang kuat. Disamping itu, kompetisi didalam kelas yang tidak sehat dapat dibawa keluar kelas dalam bentuk permusuhan. Oleh karena itu, guru perlu sangat hati-hati dalam menciptakan suasana belajar kompetitif dalam kegiatan pembelajaran
Ada dua prinsip yang sangat perlu
diperhatikan oleh guru dalam menggunakan interaksi pembelajaran kompetitif,
yaitu (1) kompetisi harus antarindividu atau antarkelompok yang berkemampuan
seimbang, dan (2) kompetisi dilakukan hanya untuk selingan yang menyenangkan,
bukan kompetisi perjuangan hidup-mati. Jika guru ingin menciptakan kompetisi
antarindividu maka individu yang saling berkompetisi harus memiliki peluang
yang sama untuk kalah atau menang. Begitu pula jika kompetisi tersebut antar
kelompok (Mulyono, 1990)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ada empat jenis interaksi kompetitif yang efektif untuk mencapai tujuan
belajar, yaitu (1) kompetisi antarindividu yang berkemampuan seimbang, (2)
kompetisi antarkelompok yang berkekuatan relative sama, (3) kompetisi dengan
standar nilai minimum, dan (4) kompetisi dengan diri sendiri. Kompetisi
antarindividu atau antarkelompok berkemampuan seimbang sangat sulit
dilaksanakan sesungguhnya tidak mungkin benar-benar terwujud. Kompetisi dengan
standar nilai minimum didasarkan atas alasan bahwa untuk naik kelas anak harus
mencapai prestasi minimum tertentu, misalnya skor rata-rata enam. Kompetisi
dengan diri sendiri didasarkan atas semboyan “hari ini harus lebih baik dari
hari kemarin, dan esok harus lebih baik daripada hari ini”.
SUASANA BELAJAR INDIVIDUALISTIK
Perlu diketahui bahwa teknik
modifikasi perilaku (behavior
modification) tidak hanya dapat digunakan dalam pembelajaran
individualistic tetapi juga dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok.
Modifikasi perilaku adalah suatu bentuk strategi pembelajaran yang bertolak
dari pendekatan behavioral (behavioral
approach) yang menerapkan prinsip-prinsip operant conditioning. Ada empat karakteristik utama dalam
pendekatan behavioral, yaitu:
- terfokus pada perilaku yang diamati (observable behavior)
- asesmen yang cermat terhadap perilaku yang akan diubah atau dikembangkan
- evaluasi terhadap pengaruh program pengubahan perilaku, dan
- menekankan pada perubahan perilaku social yang bermakna (Alan E. kazdin, 1980).
Ada enam
prinsip operant conditioning yang
mendasari strategi modifikasi perilaku, yaitu
- memberikan ulangan penguatan (reinforcement)
- memberikan hukuman (punishment
- menghapus (extinction)
- membentuk dan merangkaikan (shaping and chaining)
- menganjurkan dan memudarkan (prompting and fading)
- diskrimunasi dan mengontrol rangsangan (discrimination and stimulus control), dan
- generalisasi (generalization).
Ketujuh prinsip tersebut akan dibahas secara ringkas sebagai berikut.
a. Memberikan Ulangan Penguatan (Reinforcement)
Prinsip
memberikan ulangan penguatan menunjuk pada suatu peningkatan frekuensi respons
jika respons tersebut diikuti dengan konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang
mengikuti perilaku atau respons harus merupakan suatu kesatuan dengan perilaku
tersebut. Konsekunsi yang dapat meningkatkan frekuensi perilaku disebut reinforcer. ada dua macam reinforce, yaitu positive reinforce dan negative
reinforce. Positive reinforce adalah peristiwa yang muncul setelah suatu
respons diperlihatkan dan meningkatkan frekuensi perilaku atau respons yang
diharapkan. Negative reinforce adalah
peristiwa hilangnya sesuatu yang tidak menyenangkan setelah respons yang
diharapkan ditampilkan.
Ulangan penguatan positive (positive reinforcement) menunjuk pada
suatu peningkatan frekuensi dari suatu respons yang diikuti oleh peristiwa yang
menyenangkan (positive reinforcer).
Dalam kehidupan sehari-hari, positive reinforcer sering disebut hadiah (reward). Dalam modifikasi perilaku, positive reinforcer dibedakan dari reward, jika peristiwa yang menyertai
perilaku itu menyebabkan meningkatnya frekuensi perilaku diharapkan, maka
peristiiwa tersebut dinamai positive
reinforcer. Sebaliknya, suatu reward belum tentu dapat meningkatkan
frekuensi perilaku yang diharapkan. Dengan kata lain, positive reinforcer adalah
reward yang dapat meningkatkan frekuensi perilaku yang diharapkan.
Ada dua macam positive reinforcer, yaitu (1) primary
or unconditioned reinforcer dan (2) secondary
of conditioned reinforcer. Contoh dari primary
or unconditioned reinforcer
adalah makanan bagi orang yang lapar, sedangkan contoh dari secondary of conditioned reinforcer
adalah angka 100 bagi anak yang menyelesaikan tugas dengan sempurna. Negative reinforcement menunjuk pada
peningkatan frekuensi respons melalui penyingkiran peristiwa yang tidak
menyenangkan segera setelah respons yang diharapkan diperlihatkan. Suatu
peristiwa dapat disebut negative reinforcer jika penyingkirannya setelah
munculnya respons yang dikehendaki meningkatkan frekuensi penampilan respons
tersebut. Contoh dari negative reinforcer adalah adalah berbunyinya tanda
peringatan pada saat mobil berjalan melampaui batas kecepatan yang dapat
membahayakan.
Ada dua macam negative
reinforcer, yaitu (1) primary
negative reinforcer dan (2) secondary
negative reinforce.
Terima Kasih atas kunjungan anda,
jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...
Post a Comment