Konsep Dasar Model Pembelajaran Tematik
Table of Contents
2.1 Hakikat Model Pembelajaran
Sebelum kita
membahas tentang model pembelajaran,
terlebih dahulu akan kita
kaji apakah yang dimaksud dengan model. Secara
menyeluruh model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan
untuk merepresentasikan seuatu hal. Sesuatu yang nyata dan di konversi untuk
sebuah bentuk yang lebih komperhensip (Meyer, W. J. 1985:2). Sebagai contoh,
model pesawat terbang, yang terbuat dari kayu, plastik dan lim adalah model
nyata dari pesawat terbang. Contoh lain adalah ide politik,
opini publik
diibaratkan sebagai
sebuah pendulum sebab ia berubah-ubah tiap periodiknya dari kiri ke kanan
begitu terus berkelanjutan. Secara terminologi, kita dapat mengatakan bahwa
pendulum adalah sebuah model untuk opini publik.
Dalam matematika
kita juga mengenal istilah model matematika yaitu sebuah model yang
bagian-bagiannya terdiri dari konsep matematika, seperti ketetapan (Konstanta),
variable, fungsi, persamaan,
pertidaksamaan, dan sebagainya (Meyer,
W. J. 1985:2). Sebagai contoh,model matematika gerak parabola, model matematika gerak jatuh bebas dan
sebagainya (Trianto, 2008: 1).
Model pesawat
terbang dan pendulum adalah obyek nyata; tetapi mereka bukanlah model matematika. Lalu
apa yang di maksud dengan model pembelajaran sendiri? Model pembelajaran adalah
suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam tutorial
dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya
buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce, 1992:4).
Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita
kedalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian
rupasehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Adapun Soekamto,
dkk (dalam Nurulwati, 2000: 10) mengemukakan
maksud dari model pembelajaran adalah “Kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar“ . dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan
kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.Hal ini sejalan dengan apa
yang dikemukan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan
kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.
Arends (1997: 7)
menyatakan “The term teaching model
refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax,
environment, and management sytem”. Istilah model pengajaran mengarah pada
suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,
lingkungannya, dan sistem
pengelolaannya.
Istilah model
pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, atau
prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri
tersebut ialah:
1. Rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;
Istilah model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Contohnya pada suatu model pembelajaran berdasarkan masalah, kelompok-kelompok kecil siswa, siswa dan guru. Ketika guru sedang menerapkan model pembelajaran, seringkali siswa menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis. Model pembelajaran berdasarkan masalah dilndasi oleh teori belajar kontruktivitas. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama diantara siswa-siswa. Dalam model ini pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan ; guru member contoh menegenai pengunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat terselesaikan . Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.2. Landasan pemikiran tentan apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, 2000;9).
Model-model pembelajaran dapat diklarikasikan berdasarkan tujuuan pembelajarannya , sintaks (pola urutannya) dan sifat lingkungan belajarnya. Seabagai contoh pengklarifikasikan berdasarkan tujuan adalah pembelajaran langsung, suatu model pembelajaran yang baik untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar seperti tabel perkalian atau untuk topik-topik yang banyak berkaitan dengan penggunaan alat. Akan tetapi ini tidak sesuai bila digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep matematika tingkat tinggi.
Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran tertentumenunjukan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru atau siswa. Sintaks (pola urutan) dari bermacam-macam model pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama. Contohnya, setiap model pembelajaran diawali dengan upaya menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap model pembelajaran diakhiri dengan tahap menutup pelajaran, didalamnya meliputi kegiatan merangkum pokok-pokok pelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.
Tiap-tiap model pembelajaran membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit berbeda. Misalnya, model pembelajaran kooperatif memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel seperti tersedia meja dan kursi yang mudah dipindahkan. Pada model pembelajaran diskusi para siswa duduk di bangku yang disusun secara melingkar atau seperti tapal kuda. Sedangkan model pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru. Pada model pembelajaran kooperatif siswa perlu berkomunikasi satu sama lain, sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa harus tenang dan memperhatikan guru.
Selain
ciri-ciri khusus pada suatu model pembelajaran, menurut Nieveen (1999), suatu
model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Pertama, sahih (valid). Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal yaitu: (1) apakah model
dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang kuat; dan (2) apakah
terdapat konsistensi internal. Kedua, Praktis.
Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika: (1) para ahli dan praktisi
menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan; dan (2) kenyataan
menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan. Ketiga, efektif. Berkaitan dengan aspek
efektivitas ini, Nieveen memberikan parameter sebagai berikut: (1) ahli dan
praktisi berdasar pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan
(2) secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang
diharapkan.
Menurut
Khaibah (2006), bahwa untuk melihat tingkat kelayakan suatu model pembelajaran
untuk aspek validitas dibutuhkan ahli dan praktisi untuk memvalidasi model
pembelajaran yang dikembangkan. Sedangkan untuk aspek kepraktisan dan
efektivitas diperlukan suatu perangkat pembelajaran untuk melaksanakan model
pembelajaran yang dikembangkan. Sehingga untuk melihat kedua aspek ini perlu
dikembangkan suatu perangkat pembelajaran untuk suatu topic tertentu yang
sesuai dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Selain itu dikembangkan
pula instrument penelitian yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Arends
(2001:24), menyeleksi enam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan
guru dalam mengajar, yaitu: presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep,
pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah, dan diskusi kelas.
Arends dan pakar model pembelajaran yang lain berpendapat, bahwa tidak ada satu
model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya, karena masing-masing
model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah diujicobakan untuk
mengajarkan materi pelajaran tertentu (Arends, 1997). Oleh karena itu dari
beberapa model pembelajaran yang ada perlu kiranya diseleksi model pembelajaran
yang mana yang paling baik untuk mengajarkan suatu materi tertentu.
Dalam
mengajarkan suatu pokok bahasan (materi)
tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran
harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya materi pelajaran, tingkat
perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia, sehingga
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Selain
model tersebut diatas dalam melaksanakan pembelajran berbasis kompetensi,
dikembangkan pula model pembelajaran seperti learning strategis (strategi-strategi belajar), pembelajaran
berbasis inkuiri, active learning,
quantum learning, dan masih banyak lagi model-model lain yang semuanya
dapat digunakan untuk memperkaya pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi
di kelas.
Dengan
demikian merupakan hal yang sangat penting bagi para pengajar untuk mempelajari
dan menambah wawasan tentang model pembelajaran yang telah diketahui. Karena
dengan menguasai beberapa model pembelajaran, maka seorang guru dan dosen akan
merasakan adanya kemudahan di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, sehingga
tujuan pembelajaran yang hendak kita capai dalam proses pembelajaran dapat
tercapai dan tuntas sesuai yang diharapkan.
Tabel 3.1
Ikhtisar
dan Perbandingan Model-Model Pengajaran
|
Pengajaran
Langsung
|
Pembelajaran
Kooperatif
|
Pengajaran
Berdasarkan Masalah
|
Strategi-Strategi
Belajar
|
Landasan
Teori
|
Psikologi Perilaku; Teori Belajar Sosial
|
Teori Belajar Sosial; Teori
Konstruktivis
|
Teori Kognitif; Teori Konstruktivis
|
Teori Pemrosesan Informasi
|
Pengembangan
Teori
|
Bandura; Skinner
|
Dewey; Vygotsky; Slavin; Piaget
|
Dewey; Vygotsky; Piaget
|
Bruner; Vygotsky; Shiffrin; Atkinsons
|
Hasil
Belajar
|
Pengetahuan deklaratif dasar; keterampilan
akademik
|
Keterampilan akademik dan sosial
|
Keterampilan akademik dan inkuiri
|
Keterampilan kognitif dan metakognitif
|
Ciri
Pengajaran
|
Presentasi dan demonstrasi yang jelas dari materi
ajar, analisis tugas & tujuan perilaku
|
Kerja kelompok dengan ganjaran kelompok dan
struktur tugas
|
Proyek berdasarkan inkuiri yang dikerjakan dalam
kelompok
|
Pengajaran resiprokal
|
Karakteristik
Lingkungan
|
Terstruktur secara ketat, lingkungan berpusat pada
guru
|
Fleksibel, demokratif, lingkungan berpusat pada
guru
|
Fleksibel, lingkungan berpusat pada inkuiri
|
Reflekstif, menekankan pada belajar bagaimana
belajar
|
Sumber: Indana,
(2005:4)
Dalam
implementasinya di lapangan, model-model pembelajaran diatas bisa diterapkan
secara sendiri-sendiri, dan bisa juga merupakan gabungan dari beberapa model
tersebut sesuai dengan sifat dan karakteristik dari materi yang akan
dipelajari.
2.2 Hakikat Model Pembelajaran Tematik
1.
Istilah dan Pengertian
Pembelajaran
tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema
tertentu. Dalam pembahasannya tema itu
ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema “Air” dapat
ditinjau dari mata pelajaran fisika, biologi, kimia, dan matematika. Lebih luas
lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain, seperti IPS, bahasa, dan
seni. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi
kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk
memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematik adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran
yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang
dimunculkan sendiri dan menemukan rasa ingin tahu dengan penghayatan secara
alamiah tentang dunia di sekitar mereka.
Pembelajaran
tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu tipe/jenis daripada
model pembelajran terpadu. Istilah Pembelajaran tematik pada dasarnya
adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan
beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada
siswa (Depdiknas, 2006: 5).
Istilah
model pembelajaran terpadu sebagai konsep sering dipersamakn dengan integrated teaching and learning, integrated
curriculum approach, a coherent curriculum approach. Jadi berdasarkan
istilah tersebut, maka pembelajaran terpadu pada dasarnya lahir salah satunya
dari pola pendekatan kurikulum yang terpadu (integrated curriculum approach). Definisi mendasar tentang
kurikulum terpadu dikemukakan oleh Humphreys, et. al (1981:11-12) bahwa:
“Studi terpadu adalah
studi di mana para siswa dapat mengeksplorasi pengetahuan mereka dalam berbagai
mata pelajran yang berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dari lingkungan mereka.
Ia melihat pertautan antara kemanusiaan, seni komunikasi, ilmu pengetahuan
alam, matematika, studi sosial,
musik, dan seni.
Keterampilan-keterampilan pengetahuan dikembangkan dan diterapkan di lebih dari
satu wilayah studi.”
Dengan
berpegang pada definisi tematis ini, Shoemaker (1991:59), mendefinisikan
kurikulum terpadu sebagai:
“…pendidikan yang
diorganisasi sedemikian rupa sehingga melintasi batas-batas mata pelajaran,
menggabungkan berbagai aspek kurikulum menjadi asosiasi yang bermakna untuk
memfokuskan diri pada wilayah studi yang lebih luas. Kurikulum ini memandang
pembelajaran dan pengajaran dalam cara yang menyeluruh (holistik) dan
merefleksikan dunia nyata, yang bersifat interaktif.
Dalam
kerangka ini, terdapat berbagai tingkat integrasi, sebagaimana digambarkan oleh
Palmer (1991:59), yang mendeskripsikan praktik-praktik sebagai berikut:
1) Mengembangkan subtujuan lintas-kurikulum di dalam panduan kurikulum yang telah ada;2) Mengembangkan model pembelajaran yang mencakup aktivitas dan penilaian lintas kurikulum.3) mengembangkan pengayaan dan peningkatan aktifitas dengan fokus lintas kurikilum yang mencakup saran, kontak lintas kurikulum disetiap tujuan.4) mengembangkan aktivitas penilaian yang bersifat lintas kurikulum menvakup roda perencanaan sampel dalam seluruh panduan kurikulum
Deskripsi
selanjutnya dikemukaan oleh Dressel. Definisi Dressel (1958:3-5), beranjak dari
pertautan antara wilayah subyek menuju penciptaan model-model baru. Dalam
kurikulum terpadu. Pengalaman pembelajaran yang telah mengenai pengetahuan umum
(melalui pembelajaran model, sistem dan struktur kebudayaan), tapi juga
memotivasi dan mengembangkan kekuatan pembelajar untuk memahami
hubungan-hubungan baru dan menciptakan model sistem dan struktur baru.
Istilah
lain yang sering digunakan untuk menyebut kurikulum terpadu adalah kurikulum
interdisipliner. Kurikulum interdispliner didefinisikan sebagai organisasi
kurikulum yang melintasi batas-batas mata pelajaran untuk berfokus pada
permasalhan kehidupan yang komprehensip atau studi luas yang menggabungkan
berbagai segmen kurikulum kedalam sosiasi yang bermakna (Indrawati, 2009:18).
Apabila
dicermati, persmamaan diantara definisi tersebut dengan definisi kurikulum
terpadu sangat jelas. Jacobs (1989:8), mendifinisikan kurikulum interdispliner
sebagai: “Pandangan mengenai pengetahuan pendekatan kurikula yang menerapkan
metodologi dan baghasa lebih dari satu disipin ilmu untuk mengkaji tema, isu,
permasalahan, topik, atau pengalaman sentral”. Everet dalam Indrawati
(2009:18), mendukung pandangan ini. Selanjutnya ia mendifiniskan kurikulum
interdispliner sebagai kurikulum yang memadukan beberapa mata pelajaran kedalam
sebuah obyek aktif karena dengan cara itulah siswa menemukan mata pelajararan
yang digabungkan dengan dunia nyata dalam suatu kaktivitas.
Berdasarkan
berbagai definisi sebagaimana yang telah dikemukakan tersebut, pada dasarnya mendukung bahwa
kurikulum terpadu adalah pendekatan edukasional yang mempersiapkan siswa untuk
menghadapi pembelajaran seumur hidup. Terdapat kepercayaan yang kuat diantara
mereka yang mendukung integrasi kurikulum, bahwa sekolah harus memandang
pendidikan sebagai proses mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan dalam
kehidupan di abad ke-21, bukan mata pelajaran diskrit yang terbagi-bagi dalam
departemen-departemen yang berbeda. Dengan demikian secara umum, seluruh
definisi kurikulu yang terpadu atau kurikulum interdispliner mencakup :
(1) Kombinasi mata pelajaran;(2) Penekanan pada proyek;(3) Sumber diluar buku teks;(4) Keterkaitan antarkonsep;(5) Unit-unit tematis sebagai prinsip-prinsip organisasi;(6) Jadwal yang fleksibel; dan(7) Pengelompokan siswa yang fleksibel (Indrawati, 2009: 18-19).
Lepas dari
berbagai definisi menganai kurikulum terpadu yang kemudian melahirkan model
pembelajaran yang dikenal dengan istilah pembelajaran terpadu. Konsep
pembelajaran terpadu pada dasarnya telah lama kemukakan oleh Jhon Dewey sebagai
upaya untuk mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan siswa dan kemampuan
pengetahuannya (Beans, 1993 dalam Udin Syaifudin dkk, 2006: 4). Ia memberikan
pengertian bahwa pembelajaran terpadu adalah pendekatan untuk mengembangkan
penegtahuan siswa dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan pada interaksi
dengan lingungan dan pengalaman kehidupannya. Hal ini membantu siswa untuk
belajar menghubungkan apa yang telah dipelajari dan apa yang sedang dipelajari.
Menurut T. Raka Joni (1996) bahwa pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem
pembelajaran yang memungkinkan siswa secara iindividual maupun kelompok aktif
mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik,
bermakna, dan otentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila
peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/tema menjadi pengendali
didalam kegiatan pembelajaran. Dengan berpartisipasi didalam eksplorasi
tema/peristiwa tersebut siswa belajar sekaligus proses dan isi beberapa mata
pembelajaran secara serempak.
Sementara Sri
Anitah (2003) menyatakan, nahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep yang
menggunakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan konsep-konsep secara terkoneksi
baik secara inter maupun antar mata pelajaran. Terjalinnya hubungan antara
setiap konsep secara terpadu, akan memasilitasi siswa untuk aktif terlibat
dalam proses pembelajaran dan mendorong siswa untuk memehami konsep-konsep yang
mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan mehubungkannya dengan
pengalaman-pengalaman nyata. Dengan demikian sangat dimungkinkan hasil belajar
yang diperoleh siswa akan lebih bermakna dibandingkan jika hanya dengan cara
drill merespon tanda-tanda atau signal dari guru yang diberikan secara
terpisah-pisah. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oeleh Zais, Robert (1967)
bahwa embelajaran terpadu memberikan gambaran bagaiamana pembelajaran mengajar
secara terintegrasi memberi dampak yang penuh makna dan bagaimana pengintgrasian
itu dilakukan. Seperti halnya setiap mata pelajaran diperlakukan sebagai
keseluruhan yang teriintegrasi dalam kurikulum berbasis gestalt, begitu pula
semua mata pelajaran dalam kurikulum harus dilakukan dalam perspektif seperti
itu.
Apabila
dikaitkan dalam tingkat perkembangan anak, pembelajaran terpadu merupakan
pendekekatan pembelajaran yang memperhatikan dan menysuaikan pemberian konsep
sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pendekatan berangkat dari teori
pemblajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan
struktur intelektual anak (Depdikbud, 1996 dalam Prabowo, 2000)
Adapun menurut
Ujang Sukandi dkk (2001 : 3), pengajaran terpadu pada dasarnya dimaksudkan
sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan materi dari beberapa mata pelajaran
dalam satu tema. Dengan demikian, kegiatan mengajara dengan cara dapat
dilakukan dengan megajarkan beberapa materi pelajaran disajikan tiap pertemuan.
Pelajaran
terpadu sebagai suatu konsep dalam dikatakan sebagai suatu pendekatan belajar mengajar
yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna
kepada anak didik. Diktakan bermakna karena dalam pengajaran terpadu anak akan
memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pelajaran langsung dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami.
Pemblajaran
terpadu akan terjadi jika kejadian yang wajar atau eksplorasi suatu topik
merupakan inti dalam pengembangan kurikulum. Dengan berperan secara aktif dlam
eksplorasi tersebut siswa akan mempelajari materi ajar dan proses belajar
beberapa bidang studi dalam waktu yang bersamaan. Dalam pernyataan tersebut
jelas bahwa sebaagai pemacu dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu adalah
melalui eksplorasi topik. Dalam eksplorasi topik diangkatlah suatu tema tertentu.
Kegiatan pembelajaran berlangsung diseputar tema kemudian baru membahsa masalah konsep pokok yang terkait
dalam tema.
Pembelajaran
terpadu menawarkan beberapa model-model pembelajaran yang menjadikan aktivitas
pembelajarab itu relevan dan penuh makna bagi siswa, baik aktivitas formal maupun non formal. Cara
pengemasan pengalaman belajar yang dirancang oleh guru yang demikian akan
sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman siswa dan menjadikan proses
pembelajaran yang lebih efektif dan menarik. Kaitan konseptual yang dipelajari
dengan isi bidang studi lain yang relevan akan membentuk skemata, sehingga akan
diperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.
Pembelajaran
tematik sebagai bagian daripada pembelajaran terpadu memiliki keuntungan yang
dicapai:
1. Memudahkan
pemusatan perhatian pada satu tema tertentu
2. Siswa
mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan kompetensi dasar antar isis
mata pelajaran dalam tema yang sama
3. Pemahaman
materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
4. Kompetensi
dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain
dengan pengalaman pribadi siswa
5. Lebih
dapat dirasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks
tema yang jelas
6. Siswa
lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam suatu matapelajaran dan sekaligus dapat
mempelajari matapelajaran yang lain
7. Guru
dapat menghemat waktu sebab mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat
dipersiapkan sekaligus, dan diberikan dlam dua atau tiga pertemuan, dan waktu
selebihnya dapat dimanfaatkakn untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau
pengayaan materi
Berdasarkan
berbagai pengertian tersebut di atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa
pembelajaran tematik atau terpadu merupakan suatu moel pembelajaran yang
memadukan beberapa materi pembelajaran berbagai standar kompetensi dan
kompetensi dasar dari satu arah beberapa mata pelajaran. Penerapan pembelajaran
ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yakni penentuan berdasarkan keterkaitan
berdasarkan standar kompetensi da kompetensi dasar, tema dan msalah yang
dihadapi.
2. Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik
Sebagai bagiian
dari pembelajaran terpadu makna pembelajaran tematik memiliki prinsip dasar
sebgaiamana halnya pembelajaran terpadu. Menurut Ujang Sukandi dkk (2001: 109),
pembelajaran terpadu memiliki satu tema aktual, dekat dengan dunia siswa, dan
ada kaitannya dengan kehiduan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu
materi yang beragam dari beberapa mata pelajaran.
Pengajaran
tematik tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku, tetapi
sebaliknya pembelajaran tematik harus mendukung pencapaian tujuan pembelajaran
yang termuat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam
satu tema perlu mempertimbangkan karakteristik siswa, seperti minat, kemampuan,
kebutuhan dan pengetahuan awal. Materi yang dipadukan tidak perlu dipaksakan.
Artinya, materi yang tidak mungkin dipadukan tidak usah dipadukan.
Secara umum
prinsip-prinsip pembelajaran tematik
dapat diklasifikasikan:
1. Prinsip
penggalian tema
2. Prinsip
pengelolaan pembelajaran
3. Prinsip
evaluasi
4. Prinsip
reaksi
a.
Prinsip penggalian tema
Prinsip penggalian tema merupakan
prinsip uatama dalam pembelajaran tematik. Artinya tema-tema yang saling
tumpang tindih menjadi target utama dalam pembelajaran. Dengan demikian dalam
penggalian tema tertsebut hendaklah memperhatikan beberpa persyaratan.
1. Tema
hendaknya idak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunaan untuk memadukan
banyak mata pelajaran;
2. Tema
harus bermakna, maksudnya ialah tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan
bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya;
3. Tema
harus dissuaikan dengan tingkat perkembangan pisikologis anak;
4. Tema
dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak;
5. Tema
yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otenti yang terjadi
didalam rentang waktu belajar;
6. Tema
yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan
masyarakat (asas relevansi);
7. Tema
yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
b.
Prinsip Pengelolaan
Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran dapat optimal
apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru
harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses
pembelajaran. Oleh sebab menurut Prabowo (2000), bahwa dalam pengelolaan
pembelajaran hendaklah guru dapat berlaku sebagai berikut:
1. Guru
hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses
belajar mengajar;
2. Pemberian
tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang
menuntut adanya kerja sama kelompok.
3. Guru
perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak
terpikirkan dalam perencanaan.
c.
Prinsip evaluasi
Evaluasi pada dasarnya menjadi
fokus dalam setiap kegiatan, bagaimana suatu kerja dapat diketahui apabila
tidak dilakukan evaluasi. Dalam hal ini maka dalam melaksanakan evaluasi dalam
pembelajaran tematik, maka diperlukan beberapa langkah-langkah positif antara
lain:
1) Memberi
kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self evaluation/self
assessment) disamping bentuk evaluasi lainnya.
2) Guru
perlu mengajar para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah
dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan mencapai tujuan yang akan dicapai.
d.
Prinsip reaksi
Dampak pengiring (narturant effect)
yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam KBM
(Kegiatan Belajar Mengajar). Karena itu guru dituntut agar mampu merencanakan
dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan
pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa
serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu kesatuan yang utuh
dan bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal ini dan guru hendaknya
menemukan kiat-kiat untuk memunculkan kepermukaan hal-hal yang dicapai melalui
dampak pengiring tersebut.
3. Arti Penting Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik, sebagai model
pembelajaran memiliki arti penting dalam membangun kompetensi peserta didik,
antara lain: Pertama, Pembelajaran
tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara
aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman
langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang
dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep
yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah
dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh psikologi Gestalt,
termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan
berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Kedua, Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning
by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman
belajar yang akan memengaruhi kebermaknaan
belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan unsur-unsur konseptual
menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata
pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh
keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran
tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap
perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistic).
Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan
memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat, yaitu:
1) Dengan
menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan Indikator serta isi mata pelajaran
akan terjadi penghematan, karena tumpang-tindih materi dapat dikurangi bahkan
mungkin dapat dihilangkan.
2) Siswa
mampu melihat hubungan yang bermakna, sebab isi/materi pembelajaran lebih
berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir,
3) Pembelajaran
menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi
yang tidak terpecah-pecah; dan
4) Dengan
adanya pemaduan antar-mata pelajaran, maka penguasaan konsep akan semakin baik
dan meningkat.
Selain itu, pembelajaran tematik juga
memiliki arti penting dalam kegiatan belajar mengajar. Ada beberapa alasan
yang mendasarinya, antara lain:
a. Dunia
anak adalah dunia nyata
Tingkat
perkembangan mental anak selalu dimulai dengan tahap berfikir nyata. Dalam
kehidupan sehari-hari, mereka tidak melihat mata pelajaran berdiri sendiri. Mereka
melihat obyek atau peristiwa yang didalamnya memuat sejumlah
konsep/materi beberapa mata pelajaran. Misalnya, saat mereka berbelanja di
pasar, mereka akan dihadapkan dengan suatu perhitungan
(Matematika), aneka ragam makanan sehat (Ilmu Pengetahuan Alam), dialog tawar-menawar
(Bahasa Indonesia), harga yang naik-turun (Ilmu Pengetahuan
Sosial), dan beberapa materi pelajaran lain.
b. Proses
pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu peristiwa/objek lebih
terorganisir.
Proses pemahaman anak terhadap
suatu konsep dalam suatu obyek sangatbergantung pada pengetahuan yang sudah
dimiliki anak sebelumnya. Setiap
anak selalu membangun sendiri pemahaman terhadap konsep baru. Anak menjadi “arsitek”
pembangun gagasan baru. Guru dan orang tua hanya sebagai
“fasilitator” atau mempermudah sehingga peristiwa belajar dapat berlangsung. Anak
dapat gagasan baru jika pengetahuan yang disajikan selalu
berkaitan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya.
c. Pembelajaran
akan lebih bermakna.
Pembelajaran akan lebih bermakna
kalau pelajaran yang sudah dipelajari
siswa dapat memanfaatkan untuk mempelajari materi berikutnya. Pembelajaran
terpadu sangat berpeluang untuk memanfaatkan pengetahuan sebelumnya.
d. Memberi
peluang siswa untuk mengembangkan kemampuan diri.
Pengajaran terpadu memberi peluang
kepada siswa untuk mengembangkan tiga
ranah sasaran pendidikan secara bersamaan. Ketiga ranah pendidikan ini meliputi, sikap
(jujur, teliti, tekun, dan terbuka terhadap gagasan ilmiah) keterampilan
(memperoleh, memanfaatkan, dan memilih informasi, menggunakan alat, bekerja
sama, dan kepemimpinan) dan ranah kognitif
(pengetahuan).
e. Memperkuat
kemampuan yang diperoleh.
Kemampuan yang diperoleh dari suatu
mata pelajaran tertentu akan saling memperkuat kemampuan yang diperoleh dari
mata pelajaran yang lain.
f. Efisien
waktu.
Guru dapat lebih menghemat waktu
dalam menyusun persiapan pembelajaran.
Tidak hanya siswa, gurupun dapat belajar lebih bermakna terhadap konsep-konsep
sulit yang akan diajarkan.
Pembelajaran
tematik dalam kenyataannya memiliki beberapa kelebihan seperti pembelajaran
terpadu. Menurut departemen pendidikan dan kebudayaan (1996), pembelajaran
terpadu memiliki kelebihan sebagai berikut:
1) Pengalaman
dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.
2) Kegiatan
yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
3) Kegiatan
belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama.
4) Keterampilan
berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.
5) Kegiatan
belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai lingkungan anak.
6) Keterampilan
social anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Keterampilan social
ini antara lain adalah: kerja sama, komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat
orang lain.
Selain
keenam kelebihan tersebut, apabila pembelajaran tematik dirancang bersama,
dapat meningkatkan kerjasama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan
peserta didik, peserta didik dengan peerta didik, peserta didik/ guru dengan
narasumber, sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata,
dan dalam konteks yang lebih bermakna (indrawati, 2009:24). Pembelajaran
terpadu juga menyajikan beberapa keterampilan dalam suatu proses pembelajaran.
Selain mempunyai sifat luwes, pembelajaran terpadu memberikan hasil yang dapat
berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. (depdiknas, 2000: 2).
Apabila
ditinjau dari aspek guru dan peserta didik, pembelajaran tematik memiliki beberapa
keuntungan. Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru antara lain:
1. Tersedia
waktu yang lebih banyak untuk pembelajaran. Materi pelajaran tidak dibatasi oleh jam
pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan sepanjang hari dan mencakup berbagai mata
pelajaran.
2. Hubungan
antar-mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan alami.
3. Dapat
ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinu, tidak terbatas pada buku
paket, jam pelajaran, atau empat dinding kelas. Guru dapat membantu siswa
memperluas kesempatan belajar ke berbagai aspek kehidupan.
4. Guru
bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau topik dari berbagai sudut pandang.
5. Pengembangan
masyarakat untuk belajar dapat terfasilitasi. Penekanan pada kompetisi bisa
dikurangi dan diganti dengan kerjasama dan kolaborasi.
Sedangkan keuntungan pembelajaran
tematik bagi siswa antara lain adalah sebagai berikut:
1. Dapat
lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar.
2. Menghilangkan
batas semu antar bagian-bagian kurikulum dan menyediakan pendekatan proses
belajar yang integratif.
3. Menyediakan
kurikulum yang berpusat pada siswa yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan.
Mereka didorong untuk membuat keputusan
sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan belajar.
4. Merangsang
penemuan dan penyelidikan mandiri siswa di dalam dan di luar kelas.
5. Membantu
siswa membangun hubungan antar konsep dan ide, sehingga meningkatkan apresiasi
dan pemahaman.
Selain kelebihan yang dimiliki,
pembelajaran tematik juga memiliki keterbatasan,
terutama dalam pelaksanaannya, yaitu pada perencanaan dan
pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses,
dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja Indrawati
(2009: 24). Sementara Puskur Balitbang Diknas (2002: 9), mengidentifikasi
beberapa keterbatasan pembelajaran tematis (jika digunakan di SMP atau SMA), antara lain dapat
ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:
1) Aspek
Guru:
Guru harus berwawasan luas,
memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya
diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara
akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar
penguasaan bahan ajar tidak berfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa
kondisi ini, maka pembelajaran tematik akan sulit terwujud.
2)
Aspek peserta didik:
Pembelajaran tematik menuntut kemampuan
belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun
kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan
pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan),
kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali).
Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini
sangat sulit dilaksanakan.
3)
Aspek sarana dan sumber pembelajaran:
Pembelajaran tematik memerlukan bahan bacaan
atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas
internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan
wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu
juga akan terhambat.
4)
Aspek kurikulum:
Kurikulum harus berorientasi pada pencapaian
ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian
materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode,
penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
5)
Aspek penilaian:
Pembelajaran tematik membutuhkan cara
penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan
belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam
kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur
pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk
berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang
berbeda.
6)
Aspek Suasana pembelajaran:
Pembelajaran tematik berkecenderungan mengutamakan
salah satu bidang kajian dan „tenggelam‟nya bidang kajian lain. Dengan kata
lain, pada saat mengajarkan sebuah tema, maka guru berkecenderungan menekankan
atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera,
dan latar belakang pendidikan guru itu sendiri.
4. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Menurut
Depdiknas (2006: 6), pembelajaran tematik memiliki beberapa ciri khas, yaitu:
1.
Pengalaman dan kegiatan
belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia
sekolah dasar;
2.
Kegiatan-kegiatan yang
dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan
kebutuhan siswa;
3.
Kegiatan belajar akan
lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan
lebih lama;
4.
Membantu mengembangkan
keterampilan berfikir siswa;
5.
enyajikan kegiatan
belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui
siswa dalam lungkungannya dan,
6.
Mengembangkan
keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap
terhadap gagasan orang lain.
Selain itu, menurut Depdiknas (2006)
sebagai model pembelajaran di sekolah
dasar/ madrasah ibtida’iyah, pembelajaran tematik memiliki
karakteristik-karakteristik antara lain: berpusat pada siswa; memberikan
pengalaman langsung; pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas; menyajikian
konsep dari berbagai mata pelajaran; bersifat fleksibel; hasil pembelajaran
sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa; dan menggunakan prinsip belajar sambil
bermain dan menyenangkan (Depdiknas, 2006).
a. Berpusat
pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student
center), hal ini sesuai dengan
pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar,
sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu
memberikan kemudahan untuk melakukan aktifitas belajar kepada siswa.
b.
Memberikan pengalaman
langsung
Pembelajaran tematik memberikan pengalaman langsung
kepada siswa (direct
experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata
(konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak dikemudian hari.
c. Pemisahan
mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata
pelajaran menjadi tidak
begitu jelas. Hal ini karena fokus pembelajaran diarahkan kepada pembelajaran terhadap
tema-tema yang paling dekat serta berkaitan dengan kehidupan siswa.
d. Menyajikan
konsep dari berbagai mata pelajaran.
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari
berbagai mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami
konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa
dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
e. Bersifat
fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel)
dimana guru dapat mengaitkan
bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain, bahkan
mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana siswa
dan sekolah tersebut berada.
f. Menggunakan
prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.
Pembelajaran tematik mengadopsi prinsip belajar
PAKEM yaitu pembelajaran
aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Aktif, bahwa dalam pembelajaran
peserta didik aktif secara fisik dan mental dalam hal mengemukakan penalaran
(alasan), menemukan ide/gagasan, mengemukakan bentuk representasi yang tepat,
dan menggunakan semua itu untuk memecahkan masalah.
Efektif,
artinya adalh berhasil mencapai tujuan sebagaiman yang diharapkan. Dengan kata
lain dalam pembelajaran telah terpenuhi apa yang menjadi tujuan dan harapan
yang hendak dicapai.
Kreatif,
berarti dalam pembelajaran peserta didik, melakukan serangkaian proses
pembelajaran secara runtut dan berkesinambungan yang meliputi:
1. Memahami masalah
-
Menemukan ide yang
terkait
-
Mempresentasikan dalam
bentuk lain yang lebih mudah diterima.
-
Menemukan gap yang
harus diisi untuk memecahkan masalah
2. Merencanakn pemecahan masalah
-
Memikirkan macam-macam
strategi yang mungkin dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
-
Memilih strategi atau
gabungan strategi yang paling efektif dan efesien.
-
Merancang tahap-tahap
eksekusi.
3. Melaksanakan rencana pemecahan masalah
-
Menentukan titik awal
kegiatan pemecahan masalah
-
Menggunakan penalaran
untuk memperoleh solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Memeriksa ulang pelaksanaan pemecahan masalah
-
Memeriksa ketepatan
jawaban dan langkah-langkahnya.
Menyenangkan
berarti sifat terpesona dengan keindahan, kenyamanan dan kemanfaatannya
sehingga mereka terlibat dengan asyik dalam belajar sampai lupa waktu, penuh
percaya diri, dan tertantang untuk melakukan hal serupa atau hal yang lebih
berat lagi.
Selain keempat
karakter utama tersebut, pembelajaran tematik sebagai bagian dari pembelajaran
terpadu juga memiliki karakter sebagaimana pembelajaran
terpadu. Menurut Depdikbud (1996: 3), pembelajaran terpadu sebagai suatu
proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri, yaitu: holistik, bermakna, otentik,
dan aktif.
a. Holistik
Suatu
gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pebelajaran terpadu
diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut yang
terkotak-kotak.
Pembelajaran
terpadu memungkinkan siswa untuk memahami semua fenomena dari segala sisi. Pada
gilirannya nanti, hal ini akn membuat siswa menjadi lebih arif dan bijak di
dalam menyikapi atau mengahadapi kejadian yang ada didepan mereka.
b. Bermakna
Pengkajian
suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti yang dijelaskan diatas,
memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan
yang disebut schemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi
yang dipelajari.
Rujukan yang nyata dari segala konsep
yang diperoleh, dan keterkaitannya
dengan konsep-konsep lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang diajarkan. Selanjutnya hal ini
akan mengakibatkan pembelajaran yang fungsional. Siswa mampu menerapkan
perolehan belajarnya untuk memcahkan masalah-masalah yang muncul didalam
kehidupanya.
c. Otentik
Pembelajran terpadu memungkinkan siswa
memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui
kegiatan belajar secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajarnya
sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru. Informasi dan pengetahuan yang
diperoleh sifatnya menjadi otentik. Misalnya, hokum pemantulan cahaya diperoleh
siswa melalui kegiatan ekspreimen. Guru lebih banyak bersifat fasilitator dan
katalisator, sedangkan siswa bertindak sebagai actor pencari informasi dan
pengetahuan. Guru memberikan bimbingan kearah mana yang dilalui dan memberikan
fasilitas seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.
d.
Aktif
Pebelajaran terpadu menekankan keaktifan
siswa dalam pembelajaran baik secar fisik, mental,intelektual, maupun emosional
guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat,
minat dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus menerus
belajar. Dengan demikian pembelajaran terpadu bukan semata-mata merancang
aktivitas-aktivitas dari masing-masing
mata pelajaran yang saling terkait. Pembelajaran terpadu bias saja
dikembangkan dari suatu tema yang disepakati bersama dengan melirik aspek-aspek
kurikulum yang bias dipelajari secara bersama melalui pengembangan tema
tersebut.
2.3 Sintaks Model Pembelajaran Tematik
Sintaks
Pembelajaran Tematik pada dasarnya mengikuti langkah-langkah (sintak)
pembelajaran terpadu. Secara umum sintaks
tersebut mengikuti tahap-tahap yang dilalui dalam setiap model pembelajaran
yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap
evaluasi (Prabowo, 2000: 6). Berkaitan dengan itu maka sintaks model
pembelajaran tematik dapat direduksi
dari berbagai model pembelajaran seperti model pembelajaran langung [direct instructions], model pembelajaran
kooperatif [cooperative learning],
maupun model pembelajaran berdasarkan masalah [problem based instructions].
Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka sintaks pembelajaran dapat bersifat luwes dan
fleksibel. Artinya, bahwa sintak dalam pembelajaran tematik dapat diakomodasi
dari berbagai model pembelajaran yang dikenal dengan istilah setting atau
merenstruksi.
Menurut Prabowo
[2000], langkah-langkah (sintaks) pembelajaran terpadu secara khusus dapat
dibuat sendiri berupa langkah-langkah baru dengan ada sedikit perbedaan yakni
sebagai berikut:
Pertama, perencanaan. Pada tahap ini
hal-hal yang dilakukan oleh guru antara lain: (1) menentukan kompetensi dasar (2) menentukan indikator hasil belajar.
Kedua,
tahap pelaksanaan yang meliputi sub-tahap;
(I)
Proses pembelajaran
oleh guru. Adapun langkah yang harus ditempuh guru, antara lain: (1)
menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa; (2) menyampaikan
konsep-konsep yang akan dikuasai siswa; (3) menyampaikan keterampilan proses
yang akan dikembangkan ; (4) menyampaikan alat dan bahan yang dibutuhkan dan
(5) menyampaikan pertanyaan kunci.
(II)
Tahap Manajemen, yang
meliputi langkah-langkah: (1) pengelolaan kelas, Dimana kelas dibagi berbagai
kelompok; (2) Kegiatan Proses; (3) Kegiatan pencatatan data ; dan (4) diskusi.
Ketiga,
evaluasi yang meliputi:
(1) evaluasi proses terdiri atas:
(a) ketepatan
hasil pengamatan; (b) ketepatan penyusunan alat dan bahan; (c) ketepatan
menganalisa data. (2) evaluasi hasil, yaitu penguasaan konsep-konsep sesuai
indicator yang telah ditetapkan. (3) evaluasai psikomtorik, yaitu penguasaan
pengunaan alat ukur.
Sedangkan
menurut Hadisubroto (2000: 21), dalam merancang pembelajaran terpadu sedikitnya
ada empat hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut; (1) menentukan tujuan, (2)
menentukan materi/ media, (3), menyusun scenario KBM, (4) menentukan evaluasi.
1.
Tahap Perencanaan
a.
Menentukan Jenis Mata Pelajaran
dan Jenis Keterampilan yang dipadukan
Karakteristik mata
pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal ini. Seperti contoh diberikan
oleh fogarty (1991: 28), untuk jenis mata pelajaran sosial dan bahasa dapat
dipadukan eterampilan berfikir (thinking
skill) dengan keterampilan social (social
skill). Sedangkan untuk mata pelajaran sains dan matematika dapat dipadukan
keterampilan berfikir (thinking skill)
dan keterampilan mengorganisir (organizing
skill).
b.
Memilih Kajian Materi, Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator
Langkah ini akan
mengarahkan guru untuk menentukan sub keterampilan dari masing-masing
keterampilan yang dapat diintegrasikan dalam suatu unit pembelajaran.
c.
Menentukan Sub Keterampilan
yang dipadukan
Secara umum
keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai meliputi keterampian berfikir (thinking skill), keterampilan social (socializing skill), dan keterampilan
megorganisasi (organizing skill), yang
masing- masing terdiri atas sub-sub keterampilan. Sub keterampilan yang dapat
dipadukan diperlihatkan pada Tabel
1.1 dibawah ini.
Tabel 1.1
Unsur-Unsur
Keterampilan Berfikir, Keterampilan Sosial, dan
Keterampilan
Mengorganisasi
Kemampun berfiikir
|
Kemampuan Sosial
|
Kemampuan mengorganisasi
|
Memprediksi
Menyimpulkan
Membuat hipotesis
Membandingkan
Mengklarifikasi
Mengeneralisasi
Membuat skala prioritas
mengevaluasi
|
Memperhatikan pendapat orang
Mengklarifikasi
Menjelaskan
Memberanikan diri
Menerima pendapat orang lain
Menyepakati
meringkaskan
|
Jaringan (jaringan laba-laba)
Diagram venn
Diagram alir
Lingkaran sebab-akibat
Diagram alir/tidak alir
Kisi-kisi / matrik
Peta konsep
Diagram rangka ikan
|
(Sumber:
Fogarty, 1991: 25)
d.
Merumuskan Indikator Hasil Belajar
Berdasarkan kompetensi dasar dan sub keterampilan
yang telah dipilih dirumuskan indikator. Setiap
indikator dirumuskan
berdasarkan kaidah penulisan yang meliputi: audience
(peserta didik), behavior (perilaku
orang diharapkan), condition
(media/alat) dan degree
(jenjang/jumlah).
e.
Menentukan langkah-langkah
pembelajaran
Langkah ini diperlukan sebagai strategi
guru untuk mengintegrasikan setiap sub keterampilan yang telah dipilih pada
setiap langkah pembelajaran.
2.
Tahap Pelaksanaan
Prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan
pembelajaran terpadu, meliputi: pertama,
guru hendaknya tidak menjadi single actor
yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran. Peran guru sebagai
fasilitator dalam pembelajaran memungkinkan siswa menjadi pembelajar mandiri, kedua, pemberian tangung jawab yang
menuntut adanya kerja sama kelompok; dan ketiga,
guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak
terpikirkan dalam prose perencanaan Depdiknas (1996: 6)
Tahap pelaksanaan pebelajaran mengikuti
skenario langkah-langkah
pembelajaran. Menurut Muchlas (2002: 7), tidak ada model pebelajaran tunggal
yang cocok untuk suatu topik
dalam pembelajaran terpadu. artinya dalam satu tatap muka dipadukan beberapa
model pembelajaran.
3.
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi berupa evaluasi proses
pembelajaran dari evaluasi hasil pembelajaran. Tahap evaluasi menurut
Departermen Pendidikan Nasional (1996: 6), hendaknya memperhatikan prinsip
evaluasi pembelajaran terpadu.
(1) Memberi kesempatan kepada
siswa untuk melakukan evaluasi diri disamping bentuk evaluasi lainnya.
(2) Guru
perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah
dicapai berdasrkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.
Secara konkret sintaks pebelajaran
terpadu dapat dilihat dalam tabel
1.2. sintaks ini dikembangkan dengan mengadopsi sintaks mdel pembelajaran
langsung terlhat dari fase-fase yang digunakan maupun langkah-langkah yang
ditempuh guru, sedangkan sintaks pembelajaran kooperatif ditunjukan pada
kegiatan guru di fase 3 dan 4.
Tabel 1.2
Sintaks Pembelajaran
Tematik dalam seting Pembelajaran Langsung dan Pembelajaran Kooperatif
Tahap
|
Tingkah laku guru
|
Fase-1
pendahuluan
|
1. Mengaitkan
pelajaran sekarang dengan pelajaran sebelumnya.
2. Memotivasi
siswa
3. Memberikan
pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui konsep-konsep prasyarat yang sudah
dikuasai oleh siswa
4. Menjelaskan
tujuan pembelajaran (Kompetensi Dasar dan Indikator)
|
Fase-2
Presentasi Materi
|
1. Presentasi
konsep-konsep yang harus dikuasai oleh siswa melalui demonstrasi dan bahan
bacaan
2. Presentasi
keterampilan proses yang dikembangkan
3. Presentasi
alat dan bahan yang dibutuhkan melalui bagan
4. Memodelkan
pengunaan peralatan melalui bagan
|
Fase-3
Membimbing pelatihan
|
1. Menempatkan
siswa kedalam kelompok-koelompok belajar
2. Mengingatkan
cara siswa bekerja dan berdiskusi secara kelompok sesuai komposisi kelompok
3. Membagi
buku siswa dan LKS
4. Mengingatkan
cara menyusun laporan hasil kegiatan
5. Memberikan
bimbingan seperlunya
6. Mengumpulkan
hasil kerja kelompok setelah batas waktu yang ditentukan
|
Fase-4
Menelaan pemahaman dan memberikan
umpan balik
|
1. Mempersiapkan
kelompok belajar untuk diskusi kelas
2. Meminta
salah satu anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil kegiatan sesuai
dengan LKS yang telah dikerjakan
3. Meminta
anggota kelompok lain menanggapi hasil presentasi
4. Membimbing
siswa menyimpulkan hasil diskusi
|
Fase-5
Mengembangkan dengan memberikan
kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
|
1. Mengecek
dan memberikan umpan balik terhadap tugas yang dilakukan
2. Membimbing
siswa menyimpulakan seluruh materi pembelajaran yang baru saja dipelajari
3. Memberikan
tugas rumah
|
Fase-6
Menganalisis dan mengevaluasi
|
Guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap kinerja mereka.
|
(Sumber:
Trianto, 2005: 122)
Rusman. 2010. Model-Model
Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Trianto. 2010. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Konsep, Landasan, dan Implementasinya
pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Trianto. 2009. Mengembangkan
Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.
Terima Kasih atas kunjungan anda,
jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...