Pengorganisasian Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtida’iyah
Table of Contents
PENGORGANISASIAN KURIKULUM
A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum (Curriculum), secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi kuno di Yunani yang mengandung pengertian suara jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start ampai garis finish. Secara termonologis istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan dengan pengertian semula ialah sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran yang harus ditempuh atau disilesaikan siswa guna mencapai suatu tingkatan atau ijazah (Sudirman N, A. Tabrani Rusyan, 1991: hal. 101).
Konsep kurikulum berkembang sijalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau toeri pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang (C. E. Beeby, 1987: hal. 145).
Beberapa ahli memandang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang dari mereka adalah Mac Donald, menurut dia system persekolahan dibentuk atas empat subsistem, yaitu: mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan professional yang diberikan oleh guru. Belajar (learning) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa sebagai respon terahadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan trjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction).
Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar (C. E. Beeby, 1987: hal. 147). Sementara Supano, et al, (1987: hal. 68), memandang kurikulum sebagai suatu pedoman proses belajar dengan cara yang lebih menyeluruh serta lebih kompleks dibandingkan dengan yang mungkin dicapai oleh rencana isi atau materi pelajaran yang biasa, dan pengembangannya lebih banyak berorientasi pada pihak yang belajar disbanding dengan substansi isi pengajaran.
Adapun pengertian harfiah kata “kurikulum” berasal dari bahasa latin a little racecourse (suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olah raga) yang kemudian dialihkan kedalam pendidikan menjadi circle of instruction yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat didalamnya (Muzayyin Arifin, 2003: hal 78)
Istilah kurikulum kemudian digunakan untuk menunjukan tentang segala mata pelajaran yang dipelajari dan juga semua pengalaman yang harus diperoleh serta semua kegiatan yang harus dilakukan anak. Akan tetapi, bila dibicarakan tentang apa yang disebut experience curriculum atau activity curriculum maka hal itu akan menyangkut masalah metode pendidikan (Muzayyin Arifin, 2003: hal 79). Sesungguhnya apa yang dimaksud dengan experience dan activiry curriculum dalam pengertian dengan penemuan pengalaman dan kegiatan anak didik dalam proses belajar mengajar. Pendek kata, kurikulum bukan sekedar rangkaian ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam kelas melainkan menyangkut juga semua hal yang mempengaruhi proses belajar mengajar.
Hand (1958) dalam Koestantoniah (1998), mengatakan bahwa: curriculum shall mean here: all the experience which students have under the auspices of the school. Istilah kurikulum di sini dapat berarti: semua pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa dengan bantuan sekolah. Dari definisi tersebut, sebenarnya merupakan sesuatu pengertian yang cukup luas menyangkut sebagian besar aspek yang berhubungan dengan kegiatan di sekolah pada umumnya. Pengertian kurikulum yang lebih khusus disampaikan oleh Soedjadi dalam Darwin, (2001: hal. 15), kurikulum adalah sekumpulan pokok-pokok materi ajar yang direncanakan untuk memberi pengalaman tertentu kepada peserta didik agar mampu mencapai tujuan yang ditetapkan.
Ada yang memandang kurikulum dalam arti luas, yaitu kurikulum yang menyangkut semua kegiatan yang dilakukan dan alami peserta didik dalam perkembangan, baik formal maupun informal guna mencapai tujuan pendidikan. Beane (1986) membagi kurikulum dalam empat jenis, yaitu: (1) kurikulum sebagai produk, (2) kurikulum sebagai program, (3) kurikulum sebagai hasil belajar yang diinginkan, dan (4) kurikulum sebagai pengalaman belajar bagi siswa. Hal ini seiring dengan pendapat Said Hamid Hasan (1988) yang berpendapat bahwa setidak-tidaknya terdapat empat dimensi kurikulum, yaitu (a) kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi, (b) kurikulum sebagai rencana tertulis, (c) kurikulum sebagai suatu kegiatan atau proses, dan (d) kurikulum sebagai hasil belajar.
B. Model Pengorganisasi Kurikulum
Pengorganisasian kurikulum merupakan perpaduan antara dua kurikulum atau lebih sedemikian hingga menjadi suatu kesatuan yang utuh, dan dalam aplikai pada kegiatan belajar mengajar diharapkan dapat menggairahkan proses pembelajaran serta pembelajaran menjadi lebih bermakna karena senantiasa mengkaitkan dengan kegiatan praktis sehari-hari sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sejalan denga hal tersebut masing-masing anak akan membangun sendiri pemahaman terhadap konsep (pengetahuan) yang baru dan anak menjadi arsitek dan pembangun gagasan baru tersebut.
Menurut Nasution, S. dalam Nurdin, S. dan Usman, B. M. (2003: hal. 44), dilihat daro organisasi kurikulum, ada tiga tipe kurikulum, yakni: Separated Subject Curriculum, Correlated Curriculum, dan Integrated Curriculum.
1) Separeted Subject Curriculum
Tipe ini bahkan dikelompokkan pada mata pelajaran yang sempit, dimana antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya menjadi terpisah-pisah, terlepas dan tidak mempunyai kaitan sama sekali, sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya.
2) Corelated Curriculum
Corlated Curriculum adalah suatu bentuk kurikulum yang menunjukan adanya hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan ciri [karakteristik] tiap bidang studi tersebut, hubungan [korelasi] antar mata pelajaran tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain:
a) Insidental, artinya secara kebetulan ada hubungan antar mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya. Sebagai contoh; bidang studi IPA [baca sains] juga disinggung tentang Geografi, Anthropologi, dan sebagainya.
b) Hubungan yang erat. Misalnya, suatu pokok permasalahan yang diperbincangkan dalam berbagai bidang studi.
c) Batas mata pelajaran disatukan dan difungsikan, yaitu dengan menghilangkan batasan masing-masing mata pelajaran tersebut, disebut dengan Broad Field.
Di dalam kurikulum dikenal 5 (lima) macam Broad Field, yaitu:
1) Ilmu Pengetahuan Sosial, peleburan dari mata pelajaran ekonomi, koperasi, sejarah, geografi, akuntansi, dan sejenisnya;
2) Bahasa, peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis, mengarang, menyimak, sastra, apresiasi, dan pengetahuan bahasa;
3) Ilmu Pengetahuan Alam, peleburan dari mata pelajaran fisika, biologi, kimia, astronomi [IPBA], dan kesehatan;
4) Matematika, peleburan dari aljabar, aritmatika, geometri, dan statistic;
5) Kesenian, peleburan dari seni tari, seni musik, seni suara, seni lukis, seni pahat, dan seni drama.
Bentuk Broad Field Curriculum memiliki kelebihan, antara lain:
- menunjukan adanya integrasi pengetahuan kepada siswa, dimana dalam pelajaran yang disajikan disoroti dari berbagai bidang disiplin ilmu
- dapat menambah interes dan minat siswa terhadap adanya hubungan antara berbagai bidang studi
- pengetahuan dan pemahaman siswa akan lebih mendalam dengan penguraian dan menjelaskan dari berbagai bidang studi
- adanya kemungkinan untuk menggunakan ilmu pengetahuan lebih fungsional
- lebih mengutamakan pada pemahaman dari prinsip-prinsip daripada pengetahuan [knowledge] dan penguasaan fakta.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut, Broad Field Curriculum juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (1) bahan yang disajikan tidak berhubungan secara langsung dengan kebutuhan dan minat siswa, demikian juga masalah-masalah yang dikemukakan tidak berkenaan secara langsung dengan kehidupan sehari-hari yang dialami siswa; (2) pengetahuan yang diberikan tidak mendalam dan kurang sistematis pada berbagai mata pelajaran; (3) urusan penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan sistematis; dan (4) kebanyakan di antara para guru tidak atau kurang menguasai antar disiplin ilmu, sehingga dapat menghamburkan pemahama siswa.
3) Integrated Curriculum
Secara istilah, integrasi memiliki sinonim dengan perpaduan, penyatuan, atau penggabungan, dari dua obyek atau lebih (Wedawaty, 1990: hal. 26). Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Poerwadarminta (1997: hal. 326), integrasi adalah penyatuan supaya menjadi satu kebulatan atau menjadi utuh
Dalam Integrated Curriculum, pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau topik tertentu, misalnya suatu masalah di mana semua mata pelajaran dirancang dengan mengacu pada topik tertentu.
Apa yang disajikan di sekolah, disesuaikan dengan kehidupan anak di luar sekolah. Pelajaran di sekolah membantu siswa dalam menghadapi berbagai persoalan diluar sekolah. Biasanya bentuk kurikulum semacam ini dilaksanakan melalui pelajaran unit, di mana suatu unit mempunyai tujuan yang mengandung makna bagi siswa yang dituangkan dalam bentuk masalah. Untuk pemecahan masalah, anak diarahkan untuk melakukan kegiatan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Pada skala praktis Integrated Curriculum memiliki beberapa kelebihan dan manfaat, antara lain:
- segala permasalahan yang dibicarakan dalam unit sangat bertalian erat
- sangat seuai dengan perkembangan modern tentang belajar-mengajar
- memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan masyarakat
- sesuai dengan ide demokrasi, di mana siswa diransang untuk berfikir sendiri, bekerja sendiri, dan memikul tangggung jawab bersama dan bekerja sama dalam kelompok; dan
- penyajian bahan disesuaikan dengan kesanggupan [kemampuan] individu, minat, dan kematangan siswa baik secara individu maupun secara kelompok (Nurdin, S., dan Usman, B. M., 2003; hal 49-50).
Selain kelebihan sebagaimana dikemukakan diatas, Integrated Curriculum juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu
- guru tidak dilatih melakukan kurikulum semacam ini
- organisasinya tidak logis dan gurang sistematis
- terlalu memberatkan tugas-tugas guru, karena bahan pelajaran yang mungkin berubah setiap tahun sehingga mengubah pokok-pokok permasalahan dan juga isi materi
- kurang memungkinkan untuk dilaksanakan ujian umum
- siswa dianggap tidak mampu ikut serta dalam menentukan kurikulum; dan
- sarana dan prasarana yang kurang memadai yang dapat menunjang pelaksanaan kurikulum tersebut (Nurdin, S., dan Usman, B. M., 2003: hal. 50).
C. Klasifikasi Pengintegrasian Tema
Kecuali Separated Curriculum, maka suatu kurikulum pada dasarnya dapat dilakukan pada pengintegrasian materi atau tema. Secara umum pola pengintegrasian materi atau tema tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) klasifikasi pengintegrasian kurikulum, yakni : pertama, pengintegrasian didalam satu disiplin (interdisiplin) ilmu. kedua, pengintegrasian beberapa disiplin (antardisiplin) ilmu; dan ketiga, pengintegrasian didalam dan beberapa disiplin (inter dan antar disiplin) ilmu.
1. Pengintegrasian di dalam Satu Disiplin Ilmu
Model pengintegrasian didalam satu disiplin ilmu merupakan model kurikulum yang mentautkan dua atau lebih bidang ilmu yang serumpun. Misalnya dibidang Ilmu Alam, metautkan antara dua tema dalam fisika dan biologi yang memiliki relevansi atau antara tema dalam kimia dan fisika. Misalnya, tema metabolisme dapat ditinjau dari biologi maupun kimia. Begitupun dengan tema-tema yang relevan pada bidang Ilmu Sosial seperti antara Sosiologi dan geografi.
Jadi sifat perpaduan dalam model ini adalah hanya dalam satu rumpun bidang ilmu saja [inter-disipliner]
2. Pengintegrasian Beberapa Disiplin Disiplin Ilmu
Model ini merupakan model kurikulum yang mentautkan antar disiplin ilmu yang berbeda. Misalnya antara tema yang ada dalam bidang ilmu social dengan bidang ilmu alam. Sebagai contoh, tema energy merupakan tema yang dapat dikaji dari bidang ilmu yang berbeda baik dalam bidang ilmu social [kebutuhan energy dalam masyarakat] maupun dalam bidang ilmu alam [bentuk-bentuk energy dan teknologinya].
Jadi dengan demikian jelas, bahwa dalam model ini suatu tema tersebut dapat dikaji dari dua jenis bidang ilmu yang berbeda [antar disiplin ilmu].
3. Pengintegrasia dalam Satu dan Beberapa Disiplin Ilmu
Model ini merupakan model kurikulum yang paling kompleks karena mentautkan antar disiplin ilmu yang serumpun sekaligus bidang ilmu yang berbeda. Misalnya antara tema yang ada dalam ilmu social, bidang ilmu alam, teknologi, maupun ilmu agama. Sebagai contoh, tema rokok merupakan tema yang dapat dikaji dari berbagai bidang ilmu yang berbeda. Dibidang ilmu social dapat dikaji dampak merokok dalam masyarakat (sosiologi), aspek pembiayaan ekonomi bagi perokok (ekonomi). Dalam ilmu alam dapat dikaji bahaya rokok bagi kesehatan (biologi), kandungan kimiawi rokok (kimia), unsur radioaktif (radon)dalam daun tembakau (fisika). Sedangkan dibidang ilmu agama dapat dikaji bahwa rokok merupakan perbuatan yang sia-sia (makruh hukumnya).
Jadi demikian tampak jelas, bahwa dalam model ini suatu tema tersebut dapat dikaji dari dua sisi, yaitu dalam satu bidang ilmu (interdisplin) maupun dari bidang ilmu yang berbeda (antardisiplin ilmu). Dengan demikian semakin jelaslah kebermaknaan pembelajaran itu, karena pada dasarnya tak satupun permasalahan (konsep) yang dapat ditinjau hanya dari satu sisi saja.
Klasifikasi Pengintegrasian Kurikulum
No.
|
Klasifikasi Pengintegrasian
|
Model Pembelajaran Terpadu
|
1.
|
Pengintegrasia
kurikulum didalam satu disiplin ilmu (interdisiplin ilmu)
|
The fragmented model (model
tergambarkan), the connected model
(model terhubung), the nested model
(model tersarang)
|
2.
|
Pengintegrasian
kurikulum beberapa disiplin ilmu (antar disiplin ilmu)
|
Sequenced (model terurut), shared (model terkombinasi) webbed (model terjaring laba-laba), threaded (model terrantai), dan integrated (model keterpaduan.
|
3.
|
Pengintegrasian
kurikulum di dalam dan beberapa disiplin ilmu (inter dan antar disiplin ilmu)
|
Immersed (model terbenam), dan networked (model jaringan kerja)
|
D. Ragam Model Pembelajaran terpadu Berdasarkan Pengintegrasian Tema
Berdasarkan pola pengintegrasian tema, Fogarty (1991: xv), mengemukakan bahwa terdapat sepuluh model pembelajaran terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model terpisah), (2) the connected model (model terhubung), (3) the nested model (model tersarang), (4) the sequenced model (model tururut), (5) the shared model (model terbagi), (6) the webbed model (model terjaring), (7) the threaded model (model tertali), (8) the integrated model (model terpadu), (9) the immersed model (model terbenam), (10) the networked model (model jaringan).
Ragam Model Pembelajaran Terpadu Berdasarkan Pengintegrasian Kurikulum
model fragmanthed |
model conected |
model nested |
sequence |
model terbagi (shared) |
Berbentuk jaring laba-laba (webbed)
|
Dalam satu alur (theaded)
|
model Terpadu (integrated)
|
Immersed
|
model Membrntuk jejaring (networked) |
1. Model Keterhubungan (connected)
a) Pengertian
Fogarty (dalam Prabowo, 2000), mengemukakan bahwa model terhubung (connected) merupakan model integrasi inter bidang studi. Model ini secara nyata mengorganisasikan atau mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang dikaitkan dengan konsep, keterampilan atau kemampuan pada pokok bahasan atau sub pokok bahsan lain dalam satu bidang studi. Kaitan dapat diadakan secara spontan atau direncanakan terlebih dahulu. Dengan demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna dan efektif. Dengan kata lain, bahwa pembelajaran terpadu tipe connected adalah pembelajaran yang dilakukan dengan mengaitkan satu pokok bahasan dengan pokok bahasan berikutnya, mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain, mengaitkan satu keterampilan dengan keterampilan yang lain, dan dapat juga mengaitkan pekerjaan hari itu dengan hari yang lain atau hari berikutnya dalam suatu bidang studi (Hadisubroto: 2000).
Keterangan: F = fisika; K = kimia; B = biologi
Pengintegrasian ide-ide yang dipelajari tersebut terdapat dalam satu semester atau satu caturwulan dengan semester atau satu caturwulan berikutnya menjadi satu kesatuan yang utuh.
b) Keunggulan dan Kelemahan
Beberapa keunggulan pembelajaran terpadu tipe connected antara lain sebagai berikut: (a) dengan pengintegrasian ide-ide inter bidang studi, maka siswa mempunyai gambaran yang luas bagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu, (b) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilan proses internalisasi, (c) mengintegrasikan ide-ide dalam inter bidang studi memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide dalam memecahkan masalah (Fogarty, 1991: 15)
Kelemahan pembelajaran terpadu tipe connected antara lain : (a) masih kelihatan terpisahnya inter bidang studi, (b) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi pelajaran tetap terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep seta ide-ide antar bidang studi, (c) dalam memadukan ide-ide pada satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan. (Fogarty, 1991: 16)
Hadisubroto (2000), juga mengemukakan keunggulan dan kelemahan model connected. Keunggulannya adalah: (a) dengan adanya hubungan atau kaitan antara gagasan di dalam satu bidang studi, siswa-siswa mempunyai gambaran yang lebih komperhensif dari beberapa aspek tertentu mereka mempelajari lebih mendalam (b) konsep-konsep kunci dikembangkan dengan waktu yang cukup sehingga lebih dapat dicerna oleh siswa. (c) kaitan-kaitan dengan sejumlah gagasan di dalam satu bidang studi memungkinkan siswa untuk dapat mengkonseptualisasi kembali dan mengasimilasi gagasan secara bertahap. (d) pembelajaran terpadu model terhubung tidak menganggu kurikulum yang sedang berlaku.
Kelemahan model ini adalah berbagai bidang studi masih tetap terpisah dan nampak tidak ada hubungan meskipun hubungan-hubungan itu telah disusun secara eksplisit di dalam suatu bidang studi.
2. Model Jaring Laba-Laba (Webbed)
a) Pengertian
Pembelajaran terpadu model webbed adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Tema bisa ditetapkan dengan negosiasi antara guru dan siswa, tetapi dapat pula dengan cara diskusi sesame guru. Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub-sub temanya dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Dari sub-sub tema ini dikembangkan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa.
Kelebihan dari model jarring laba-laba (webbed), meliputi : (1)penyeleksian tema sesuai dengan minat akan memotivasi anak untuk belajar; (2) lebih mudah dilakukan oleh guru yang belum berpengalaman; (3) memudahkan perencanaan; (4) pendekatan tematik dapat memotivasi siswa; dan (5) memberikan kemudahan bagi anak didik dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide berbeda yang terkait.
Selain kelebihan yang dimiliki, model webbed juga memiliki beberapa kekurangan antara lain: (1) sulit dalam menyeleksi tema; (2) cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal; dan (3) dalam pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan dari pada pengembangan konsep.
3. Model Keterpaduan (Integrated)
a) Pengertian
Model ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih didalam beberapa bidang studi. Pada model ini tema yang berkaitan dan tumpang tindih merupakan hal terakhir yang ingin dicari dan dipilih oleh guru dalam tahap perencanaan program.
Pembelajaran terpadu tipe integrated (keterpaduan) adalah tipe pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi, menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih dalam beberapa bidang studi (Fogarty, 1991 : 76).
Pada tahap awal guru hendaknya membentuk tim antar bidang studi untuk menyeleksi konsep-konsep, keterampilan-keterampilan, dan sikap-sikap yang akan dibelajarkan dalam satu semester tertentu untuk beberapa bidang studi. Langkah berikutnya dipilih beberapa konsep, keterampilan, dan sikap yang mempunyai keterhubungan yang erat dan tumpang tindih diantara beberapa bidang studi. Bidang studi yang diintegrasikan misalnya matematika, sains (fisika), seni dan bahasa, dan pelajaran social.
Fokus pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin dilatihkan oleh seorang guru kepada siswanya dalam suatu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content). Keterampilan-keterampilan belajar itu menurut Fogarty (1991 : 77), meliputi keterampilan berpikir (thinking skill), keterampilan social ( social skill), dan keterampilan mengorganisir (organizing skill).
b) Kelebihan dan Kelemahan
Tipe integrated (keterpaduan) memiliki kelebihan yaitu, (1) adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan social dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup banyak dimensi, sehingga siswa, pembelajaran menjadi semakin diperkaya dan berkembang; (2) memotivasi siswa dalam belajar; (3) tipe terintegrasi juga memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam suatu saat, tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe ini, guru tidak perlu mengulang kembali materi yang tumpang tindih, sehingga tercapailah efisiensi dan efektifitas pembelajaran.
Kekurangan tipe integrated antaralain; (1) terletak pada guru, yaitu guru harus menguasai konsep, sikap, dan keterampilan yang diprioritaskan; (2) penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan tipe ini secara penuh; (3) tipe ini memerlukan tim antar bidang studi, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya; (4) pengintegrasian kurikulum dengan konsep-konsep dari masing-masing bidang studi menurut adanya sumber belajar yang beraneka ragam.
4. Model Tersarang (Nested)
Model nested (tersarang) merupakan pengintegrasian kurikulum didalam satu disiplin ilmu secara khusus meletakkan focus pengintegrasian pada sejumlah keterampilan belajar yang ingin dilatihkan oleh seorang guru kepada siswanya dalam suatu unit pembelajaran untuk ketercapaian materi pelajaran (content). Menurut Fogarty (1991 : 23), keterampilan –keterampilan belajar itu meliputi keterampilan berpikir (thinking skill), keterampilan social (social skill), dan keterampilan mengorganisir (organizing skill).
Pada dasarnya langkah-langkah pembelajaran Model Nested (tersarang) mengikuti tahap-yahap yang dilalui dalam setiap pembelajaran terpadu yang meliputi tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.
Karakteristik mata pelajaran menjadi pijakan untuk kegiatan awal ini. Seperti contoh diberikan oleh Fogarty (1991 : 28) untuk jenis mata pelajaran social dan bahasa dapat dipadukan keterampilan berpikir (thinking skill) dengan keterampilan sosia (social skill). Sedangkan untuk mata pelajaran sains dan matematika dapat dipadukan keterampilan berpikir (thinking skill) dan keterampilan mengorganisir (organizing skill).
Kelebihan tipe nested (tersarang) adalah guru dapat memadukan beberapa keterampilan sekaligus dalam suatu pembelajaran didalam satu mata pelajaran. Dengan memfokuskan pada isi pelajaran pada isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan social dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup banyak dimensi. Tipe tersarang juga memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu saat, tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe ini, satu guru dapat memadukan kurikulum secara meluas.
Kekurang tipe nested terletak pada guru ketika tanpa perencanaan yang matang memadukan beberapa keterampilan yang menjadi target dalam suatu pembelajaran. Hal ini berdampak pada siswa, dimana prioritas pelajaran akan menjadi kabur karena siswa diarahkan untuk melakukan beberapa tugas belajar sekaligus.
2.2. SRUKTUR KURIKULUM ANAK USIA KELAS AWAL SD/MI
A. Kurikulum 2004, Kurikulum Berbasis Kompetens (KBK)
Kurikulum 2004 lebih popular dengan sebutan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Kompetensi merupakam perpaduan ari pengetahuan, keteramilan, bertindak. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebgai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya ( E. Mulyasa, 2003).
Berdasarkan pengertian kompetensi di atas, kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan kepada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dpata dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan , pemahaman, kemampuan, niali, sikap dan minta peserta didik agar dpat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
KBK memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum mencaku sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa sehinngga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilanpeerta didik sebagaisuatau kriteria keberhasilan.
Depdiknas (2002: 42) mengemukakan, bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut :
- Menekankan kepada ketercpaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal
- Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
- Sumber belajar bukan hanya gurur, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) lahir sebagai jawaban terhadap berbagai kritikan masyarakat terhadap kurikulum 1994, serta sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan dunia kerja. KBK merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat angsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi seperti yang digariska dalam haluan Negara. Dengan demikkian, KBK diharpakan dapa menyelesaikan berbagi permasalahan yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan dewasa ini, terutama dalam memasuki era globalisasi yang penuh dengan berbagai macam tantangan.
Selain itu secara yuridis KBK lahir sebagai respo dari tuntutan reformasi, diantaranya Undang- Undang Nomor 22 tahun1999 tentang pemerintahan daerah, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagau daerah otonom yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004, dan Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan Pendidikan Nasional. KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, menguasai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya. Adapun kompetensi sendiri diklasifikasikan menjadi : kompetensi lulusan (dimiliki setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu topik/konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan), kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa). KBK diniliai lebih unggul daripada kurikulum 1994, jika dilihat dari beberapa aspek berikut ini:
Tabel Beberapa keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994
Subjek
|
1994
|
KBK
|
Yang dikedepankan
|
Penguasaan materi
|
Hasil dan kompetensi
|
Paradigma pembelajaran
|
-
|
Versi UNESCO : belajar
mengetahui, belajar untuk bertindak, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi
(diri sendiri).
|
Silabus
|
Silabus ditentukan
secara seragam
|
Peran serta guru dan
siswa dalam proses pembelajaran, silabus menjadi kewenangan guru.
|
Jumlah jam pelajaran
|
40 jam per minggu
|
32 jam per minggu,
tetapi jumlah mata pelajaran belum bisa dikurangi
|
Metode pembelajaran
|
Keterampilan proses
|
Lahir metode
pembelajaran PAKEM dan CTL
|
Sistem penilaian
|
Lebih menitik beratkan
pada aspek kognitif
|
Penilaian memadukan
keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian
berbasis kelas.
|
KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan Hasil Belajar (KHB), Penilaian Berbasis Sekolah (PBK), Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), dan Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (PKBS). KHB berisi tentang perencanaan pengembangan kompetensi siswa yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun. PBK adalah melakukan penilaian secara seimbang di tiga ranah, dengan menggunakan instrumen tes dan non tes, yang berupa portofolio, produk, kinerja, dan pencil test. KBM diarahkan pada kegiatan aktif siswa dan membangun makna atau pemahaman, guru tidak bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai motivator yang dapat menciptakan suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar secara pennuh dan optimal. Sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Struktur kurikulum KBK ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel Struktur Kurikulum KBK
No
|
Mata Pelajaran
|
Kelas
|
|||||
Mata Pelajaran
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
|
1.
Pendidikan Agama
|
tematik
|
3
|
|||||
2.
Pendidikan kewarganegaraan dan pengetahuan sosial
|
5
|
||||||
3.
Bahasa Indonesia
|
5
|
||||||
4.
Matematika
|
5
|
||||||
5.
IPA
|
4
|
||||||
6.
Kerajinan Tangan dan Kesenian
|
4
|
||||||
7.
Pendidikan Jasmani
|
4
|
||||||
Pembiasaan
|
8.
Kegiatan yang mendorong/ mendukung pembiasaan
|
2
|
|||||
Mulok
|
9.
Mata Pelajaran/ kegiatan
|
||||||
Jumlah
|
27
|
32
|
B. Kurikulum 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak mengubah KBK, bahkan sebagai penegas KBK (Fasli Jalal, 2006 :5). Dibandingkan kurikulum 1994, KTSP lebih sederhana, karena ada pengurangan beban belajar sebanyak 20%, jam pelajaran yang dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi, kurikulum ini lebih menekankan pada pengembangan kompetensi siswa daripada apa yang harus dilakukan guru. Kurikulum 2006 adalah penyempurnaan dari KBK yang telah diuji coba kelayakannya secara publik, melalui beberapa sekolah yang menjadi pilot project. Menurut Fasli Jalal (2006:5), KBK tidak resmi, hanya uji coba yang diterapkan di sekitar 3.000 sekolah se-Indonesia.
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1 ayat 15) dikemukakan, bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikaan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan atau BSNP (E. Mulyasa, 2007 : 19).
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan KTSP adalah sebagai berikut:
1) KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
2) Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota, dan Departemen Agama yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
3) KTSP untuk setiap program studi di Perguruan Tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (E. Mulyasa, 2007 : 21)
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif , produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan sekolah memiliki keluasan dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keluasan dalam mengolah sumber daya, sumber dana, sumber belajar, dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
KTSP sendiri lahir sebagai respon dari Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, terutama Pasal 36 ayat 1 dan 2, yang menetapkan :
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, terutama Pasal 36 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
- Pengembangan kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
- Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan sauan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (E. Mulyasa, 2007 : 20).
KTSP bertujuan memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. Prinsip pengembangan KTSP adalah:
- Berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan lingkungannya.
- Beragam dan terpadu
- Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
- Relevan dengan kebutuhan kehidupan
- Menyeluruh dan berkesinambungan
- Belajar sepanjang hayat
- Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Komponen dalam KTSP adalah :
1. Tujuan pada pendidikan dasar : meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut.
2. Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar.
2. Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar.
Tabel Struktur dan Muatan KTSP pada Jenjang Sekolah Dasar
Struktur dan Muatan KTSP |
Struktur KTSP disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut:
- Kurikulum Sekolah Dasar memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri seperti tertera pada tabel 2.
- Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”.
- Pembelajaran pada kelas I, kelas II dan kelas III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV, kelas V dan kelas VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
- Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
- Alokasi waktu jam pembelajaran adalah 35 menit.
- Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Seiring dengan perkembangan zaman, kurikulum mengalami perubahan pada sistem pengajarannya. Sistem pengajaran yang digunakan oleh masing-masing sekolah dasar pada saat ini adalah KTSP yang merupakan sistem pengajaran baru. Sistem pengajaran ini adalah suatu program penyusunan kurikulum secara mandiri untuk sekolah dasar dengan menggunakan silabus dan dikembangkan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar pendidikan yang masih ditentukan oleh pemerintah pusat. Namun, kontekstualisasi detailnya diarahkan kepada pengelola sekolah dan guru. Guru ditantang untuk mampu menciptakan suasana pendidikan belajar yang kontekstual dan menyenangkan bagi siswa (Peraturan Pemerintah No. 19, 2005).
Berdasrkan KTSP Sekolah Dasar tersebut di atas, maka kurikulum terbagi menjadi dua bagian, antara lain:
1. Kurikulum Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu dan sumber/bahan/alat belajar.
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (BSNP, 2006). Penyusunan silabus dilakukan oleh tim yang terdiri atas kepala sekolah, guru dan konselor, dan dapat melibatkan komite sekolah, narasumber atau pihak terkait lainnya, yang disupervisi oleh Dinas Pendidikan/Kementerian Agama setempat.
Tujuan disusunnya sebuah silabus adalah untuk memenuhi :
- Kompetensi apa yang harus dikuasai siswa?
- Bagaimana cara mencapainya?
- Bagaimana cara mengetahui pencapaiannya?
2. Kurikulum RPP
RPP adalah rencana pengajaran pendidikan yang lebih mengarah kepada guru. Guru mengerjakan apa yang diberikan sesuai dengan RPP kepada anak. Sehingga pada proses ini guru hanya tinggal megikuti prosedur belajar yang disediakan oleh sekolah.
Dalam Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa, standar proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaksi, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi anak didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi anak didik. (Peraturan Pemerintah no. 19, 2005: Bab IV Pasal 19 ayat 1).
Adapun model pembelajaran sekolah dasar yang digunakan pada kelas I sampai dengan kelas VI adalah :
a) Model pembelajaran tematik
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada peserta didik. Tema yang diberikan merupakan pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi topik pembelajaran. Dalam kerangka sdasar dan struktur kurikulum yang dikeluarkan BSNP, menjelaskan bahwa model pembelajaran tematik dilaksanakan pada kelas I, II, dan III. Mata pelajaran yang harus dicakup adalah (1) Pendidikan Agama, (2) Kewarganegaraan, (3) Bahasa Indonesia, (4) Matematika, (5) Ilmu Pengetahuan Alam, (6) Ilmu Pengetahuan Sosial, (7) Seni Budaya dan Keterampilan, (8) Pendiidkan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.
b) Model pendekatan mata pelajaran
Model ini dilaksanakan pada kelas IV, V, dan VI yaitu Pendidikan Agama, Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Pendidikan Jasmani, Seni Budaya, dan Bahasa Inggris serta kegiatan kurikuler lainnya.
C. Kurikulum 2013
1. Organisasi Kompetensi
Mata pelajaran adalah unit organisasi Kompetensi Dasar yang terkecil. Untuk kurikulum SD/MI, organisasi Kompetensi Dasar dilakukan melalui pendekatan terintegrasi. Berdasarkan pendekatan ini maka terjadi reorganisasi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang mengintegrasikan konten mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas I, II, dan III ke dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Dengan pendekatan ini maka Struktur Kurikulum SD/MI menjadi lebih sederhana karena jumlah mata pelajaran berkurang.
Di kelas IV, V, dan VI nama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial tercantum dalam Struktur Kurikulum dan memiliki Kompetensi Dasar masing–masing. Untuk proses pembelajaran, Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial, sebagaimana Kompetensi Dasar mata pelajaran lain, diintegrasikan ke dalam berbagai tema. Oleh karena itu, proses pembelajaran semua Kompetensi Dasar dari semua mata pelajaran terintegrasi dalam berbagai tema.
Substansi muatan lokal termasuk bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Sedangkan substansi muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan.
2. Tujuan Satuan Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang:
- beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; Kompetensi Dasar Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)
- berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
- sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
- toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.
3. Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap peserta didik. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.
Struktur kurikulum adalah juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang peserta didik dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar seorang peserta didik yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan berbagai pilihan. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, dan beban belajar.
Terima Kasih atas kunjungan anda, jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...