Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Perubahan Lingkungan Dan Pengaruhnya Menggunakan Kombinasi Model Problem Based Learning, Metode Demonstrasi, Dan Numbered Heads Together
Table of Contents
Abstract:
This
study aims to describe the implementation and improvement the result of teacher activities, student
activities and student learning outcomes through a combination model of Problem
Based Learning, Methods Demonstration and Numbered Heads Together on the
material of the Environmental Change and Its Influence. This type of research
is the Classroom Action Research (PTK). The
subject of this research were students of fourth grade
in SDN Amawang Kiri Muka Kandangan at the academic year 2015/2016. The result
of this research is the application of a combination model of Problem Based
Learning, Methods Demonstration and Numbered Heads Together can increase the
activity of teachers, student activities, and student learning outcomes at
fourth grade students on Environmental
Change and Its Influence. The steps of learning can be explained as follows:
(1) students orientation on the problem,
(2) Presents a glimpse of the material being studied, (3) The division of an
organized group and heterogeneous, (4) Provide
sheet problems that must be done in a group of student, (5 ) Designate
one of student to demonstrate according to the scenario, (6) to lead the
students to investigate, motivate and facilitate each group, (7) Guiding
students to share duties with his friend, (8) Teacher called one of the numbers
at random, (9) Teachers give a question to the student who called his number,
(10) Help to analyze the thinking of students.
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan pelaksanaan dan peningkatan hasil aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa melalui kombinasi model Problem Based Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together pada materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Amawang Kiri Muka tahun ajaran 2015/2016 semester 2. Hasil penelitian ini adalah penerapan kombinasi model Problem Based Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together dapat meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Amawang Kiri Muka pada Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya. Adapun langkah pembelajarannya dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Orientasi siswa pada masalah, (2) Menyajikan gambaran sekilas materi yang dipelajari, (3) Pembagian kelompok terorganisir dan heterogen, (4) Mengajukan lembar Permasalahan yang harus dikerjakan siswa dalam kelompok, (5) Menunjuk salah seorang siswa untuk mendemonstrasikan sesuai skenario, (6) Membimbing siswa melakukan penyelidikan, memotivasi dan memfasilitasi tiap kelompok, (7) Membimbing siswa berbagi tugas dengan temannya, (8) Guru memanggil salah satu nomor secara acak, (9) Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa yang dipanggil nomornya, (10) Membantu menganalisis proses berpikir siswa.
Salah satu insting manusia adalah selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu disekelilingnya yang belum diketahuinya. Berawal dari rasa ingin tahu maka timbullah ilmu pengetahuan. Tampaklah bahwa manusia itu sangat membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan-kemampuan mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik.
Mengingat pentingnya peran pendidikan di dalam kehidupan saat ini, tentu kita harus menyoroti secara mendalam jenjang demi jenjang pendidikan yang akan dikenyam oleh para generasi penerus. Pendidikan di Indonesia terdiri atas beberapa jenjang yakni Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Pengaruh pendidikan di SD terhadap pendidikan pada jenjang berikutnya juga pernah disinggung oleh teorites pendidikan Stoops dan Johnson (1967). Pendidikan di SD merupakan dasar dari semua pendidikan. Keberhasilan anak didik mengikuti pendidikan di sekolah menengah dan perguruan tinggi sangat ditentukan oleh keberhasilannya mengikuti pendidikan di SD. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah (UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003, pasal 17 ayat 1).
Betapa pentingnya memahami konsep bagi kita dan anak pada khususnya, tidak terkecuali penguasaan konsep-konsep IPA untuk kelangsungan hidup manusia dan kemanusiaan. Pembelajaran IPA di SD diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta proses pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari sehingga menuntut guru menciptakan interaksi dan komunikasi dalam penyajian materi pelajaran hingga tercapainya tujuan instruksional yang ditetapkan. Guru mempunyai kewajiban untuk memilih dan menetapkan model, metode, alat peraga, dan media yang relevan dengan tujuan instruksional pembelajaran.
Chamisijatin seperti dikutip oleh Risani (2013:3) menyebutkan ciri pembelajaran IPA yang seperti itu menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Selain itu, IPA juga diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah yang dihadapinya. Penerapan IPA perlu dilaksanakan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.
Tujuan pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Sekolah Dasar antara lain agar siswa memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan dan gagasan tentang alam sekitar. Untuk itu, pendekatan pembelajaran IPA itu dipandang sebagai pengetahuan dan proses kegiatan, antara lain melakukan percobaan membuat dugaan, membuat simbol, membuat model, menemukan pola, menafsirkan, membuktikan, menggeneralisasikan, mengambil keputusan dan mengkomunikasikan (Wasih, 2011:2). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Susanto (2013:167) bahwa pembelajaran IPA adalah pembelajaran dalam memahami alam sekitar melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang dijelaskan pada penalaran-penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Pembelajaran IPA di sekolah dasar diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah seseorang. Sikap ilmiah itu dapat dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan siswa pada saat melakukan diskusi, percobaan, simulasi dan kegiatan proyek lapangan.
Berdasarkan data pencapaian tiga tahun terakhir yaitu 2012/2013, 2013/2014, dan 2014/2015 pada materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya didapatkan data bahwa memang terjadi permasalahan belajar yaitu rendahnya hasil belajar yang didapatkan siswa. Rata-rata hampir setengah dari jumlah siswa yang tidak tuntas hasil belajarnya. Dibuktikan dengan adanya data pada tahun 2012/2013 yang menunjukkan bahwa dari 25 orang siswa dengan KKM 60, hanya 52% yang memiliki ketuntasan hasil belajar dan 48% siswa yang tidak tuntas. Pada tahun 2013/2014 menunjukkan bahwa 45,16% siswa yang tidak tuntas, sedangkan siswa yang tuntas hanya 54,8% dari 31 orang siswa. Dan pada tahun 2014/2015 menunjukkan bahwa dari 20 orang siswa dari KKM yang sama dengan tahun sebelumnya yaitu 65 hanya 55% yang memiliki ketuntasan belajar sedangkan 45% siswa belum tuntas. Data-data tersebut tercatat dalam proses belajar mengajar IPA pada kelas IV SDN Amawang Kiri Muka materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya.
Dari hasil observasi penelitian tersebut dapat diketahui faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SDN Amawang Kiri Muka Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan tentang materi konsep perubahan lingkungan dan pengaruhnya, dikarenakan setiap pertemuan di dalam proses pembelajaran dilaksanakan tanpa melalui variasi ataupun penggunaan model pembelajaran yang dapat menambah antusias siswa. Proses pembelajaran seperti ini tentu akan menghambat kreativitas, antusias dan potensi keaktifan di dalam diri siswa yang tentunya akan berdampak pada pembelajaran yang kurang bermakna, siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran, siswa cepat bosan dan tentunya pembelajaran tidak berjalan maksimal sesuai dengan harapan. Siswa cenderung hanya mampu menghafal materi yang disampaikan tetapi belum mampu memahami konsep secara keseluruhan. Hal ini menggambarkan efektifitas proses pembelajaran dalam kelas masih rendah dan tujuan pembelajaran belum tercapai.
Berdasarkan uraian di atas dianggap perlu untuk melakukan suatu tindakan nyata oleh guru dalam mengatasi permasalahan pada anak didiknya tersebut. Penggunaan model pembelajaran yang sesuai adalah jawabannya, seorang guru yang baik adalah ketika guru tersebut dapat menerapkan tindakan nyata berupa model pembelajaran yang sesuai dengan masalah yang dihadapi agar efektivitas pembelajaran matematika akan belajar dengan baik dan berkualitas.
Kualitas pengajaran atau tingkat kejelasan pengajaran dalam memilih strategi yang digunakan merupakan salah satu faktor dalam tingkat keberhasilan untuk memecahkan masalah siswa. Alternatif strategi pembelajaran IPA yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat bagi siswa. Untuk mempersiapkan siswa dimasa mendatang perlu model yang mengaitkan pembelajaran dengan masalah yang dihadapi siswa sehari-hari. Model pembelajaran yang dapat digunakan adalah kombinasi model Problem Based Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Model Problem Based Learning (PBL) sangat potensial untuk melatih peserta didik berpikir kritis dalam menghadapi berbagai masalah dan dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Model pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, pemecahan masalah juga dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. Selain itu, pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. Selain model Problem Based Learning peneliti juga menggunakan metode Demonstrasi. Metode demonstrasi ini bertujuan untuk memperjelas konsep dan proses terjadinya suatu proses karena siswa melihat sendiri proses tersebut. Dengan melihat sendiri suatu proses, kesan siswa terhadap suatu materi pembelajaran diharapkan lebih mendalam. Karena dalam mata pelajaran IPA selalu ada kegiatan percobaan yang bisa didemonstrasikan siswa. Peneliti berharap melalui demonstrasi ini dapat menambah pemahaman siswa. Agar siswa tidak merasa bosan dan pembelajaran menjadi menyenangkan maka peneliti menambahkan model Numbered Heads Together.
Peneliti merasa tertarik untuk mengatasi masalah tersebut dengan mengangkat judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya Menggunakan Kombinasi Model Problem Based Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together di Kelas IV SDN Amawang Kiri Muka Kandangan”.
Menurut Ngalimun (2013:89) model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Selain itu, Rahyubi (2012:225) juga mengemukakan bahwa peranan guru dalam model Problem Based Learning (PBL) sebagai pembimbing dan negosiator. Terbukti dengan memaksimalkan bimbingan kepada siswa berdampak pada meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa. Sejalan denga ungkapan Rusman (2011:203) bahwa “Guru hanya memfasilitasi, memotivasi, membimbing, dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran dengan pengelolaan kelompok-kelompok siswa”.
Guru telah mampu mengkondisikan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan berpusat pada siswa. Siswa pun terlihat antusias mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together. Dalam hal ini guru telah berusaha melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah dibuat dan semua aturan yang harus dikerjakan oleh siswa mengenai permasalahan yang dihadapi. Senada dengan pendapat Kunandar (2007:368) menyatakan tipe Numbered Heads Together yang dikembangkan oleh Spancer Kagan (1993) dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran melalui empat langkah yaitu: 1) penomoran (Numbering), 2) pengajuan pertanyaan (Questioning), 3) berpikir bersama (Head Together), dan pemberian jawaban (Answering).
Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa aktivitas guru dalam menggunakan kombinasi model Problem Based Learning, metode Demostrasi, dan Numbered Heads Together ini semakin membaik dengan meningkatnya aktivitas siswa dan hasil belajar di tiap siklusnya, sehingga guru sudah dapat menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Karena keberhasilan guru dalam kegiatan pembelajaran akan menunjang keberhasilan siswa dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2011:17) bahwa “Cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasyarat bagi siswa untuk dapat belajar dengan baik”.
Berdasarkan hasil pengamatan pada aktivitas siswa selama siklus I dan siklus II pada penelitian tindakan kelas ini diketahui telah terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Persentase siswa
yang berada pada kategori tidak aktif dan cukup aktif pada siklus I sebesar 70%
dan 30% pada pertemuan 1 dan sebesar 36% dan 63,64% pada pertemuan 2. Meningkat
pada siklus II pertemuan 1 siswa yang berada pada kategori aktif dan sangat
aktif sebesar 65,22% dan 34,78% pada pertemuan 2 siswa pada kategori sangat aktif
sebesar 100%.
Peningkatan aktivitas siswa tersebut terjadi karena di dalam pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi,dan Numbered Heads Together siswa tidak hanya mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru, namun siswa dapat aktif dalam memecahkan masalah, bekerjasama dalam kelompok, mengemukakan pendapat untuk memecahkan masalah yang diajukan, disiplin, dan bertanggung jawab, sehingga siswa tidak saja dilatih untuk mandiri, tapi juga berfikir kritis dan aktif dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Hal ini didukung oleh pendapat Wardhani (Supinah dan Titik Supanti, 2010:17) yang menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang bertujuan merangsang terjadinya proses berpikir tingkat tinggi dalam situasi yang berorientasi masalah. Model pembelajaran ini dapat memberdayakan siswa untuk menjadi seorang pribadi yang mandiri dan mampu menghadapi setiap permasalahan yang ada baik sekarang maupun di kemudian hari. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Slavin (2009:57) bahwa pentingnya penggunaan model pembelajaran kooperatif dimana siswa yang mempunyai tingkat kinerja yang berbeda dapat membantu satu sama lain, dapat menjadi sasaran yang efektif untuk membantu semua anak belajar, dengan pembagian siswa secara heterogen berguna untuk terjadinya pertukaran pengetahuan bagi siswa berpencapaian tinggi terhadap siswa yang berpencapaian rendah.
Selain itu, meningkatnya aktivitas siswa di dalam kegiatan belajar mengajar karena Model Pembelajaran Kooperatif juga disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya (Trianto, 2011:58). Karena sesuai dengan pendapat Trianto (2010:58) bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi yang melibatkan siswa bekerja secara berkaloborasi untuk mencapai tujuan bersama. Sejalan dengan Hidayati (2008:209) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok kecil untuk belajar.
Siswa belajar bersama sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri. Selain penggunaan model pembelajaran kooperatif penghargaan juga diperlukan siswa sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:244) yang mengatakan penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya. Penilaian dilakukan saat kerja kelompok dan pada tahap tanggapan antar kelompok dimana guru melakukan penilaian berdasarkan pengamatan selama proses berlangsung dan tertuang dalam lembar pengamatan.
Dalam pelaksanaannya pembelajaran sudah berpusat pada siswa guru hanya membimbing dan mengarahkan dan pada saat pembelajaran berlangsung siswa juga terlihat antusias. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusman (2011:321) menyatakan bahwa pembelajaran harus berpusat pada siswa (student-centered learning) dan pembelajaran harus bersifat menyenangkan (learning is fun), agar mereka termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa diperintah dan agar mereka tidak merasa terbebani atau takut. Untuk itu maka guru harus selalu mengupayakan agar pembelajaran bersifat menyenangkan, serta memotivasi anak agar anak mengadakan eksplorasi, kreasi, dan bereksperimen terus dalam pembelajaran.
Pada setiap pertemuan guru selalu memotivasi siswa agar dapat selalu bekerjasama dengan anggota kelompoknya, karena peningkatan siswa dalam berkelompok disebabkan guru sudah bisa memotivasi siswa untuk kompak dengan kelompoknya. Karena belajar berkelompok sangat penting dan semua siswa harus terlibat langsung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (2011: 28) belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukan pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pembelajaran (sasaran didik) , sedangkan mengajar menunjukan pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Selain itu, belajar berkelompok menurut Djamarah (2008: 124-125) menyebutkan sifat khas pada siswa kelas tinggi salah satu adalah gemar membentuk kelompok sebagai sarana untuk dapat bermain bersama dan belajar. Sehingga wajar terdapat peningkatan pada siswa saat berkelompok apalagi jika mereka cocok dengan teman kelompoknya.
Berdasarkan hasil belajar siswa yang diambil dari nilai evaluasi akhir pada siklus I dan siklus II pada penelitian tindakan kelas ini diketahui telah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Berdasarkan hasil evaluasi belajar siswa dalam kerja kelompok menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. Seperti kerjasama dalam kelompok, siswa telah mampu bekerjasama dengan anggota kelompoknya. Mengungkapkan pendapat dan membuat kesimpulan, dari setiap pertemuan siswa selalu mengalami peningkatan dalam mengungkapkan pendapat dan membuat kesimpulan karena bimbingan yang diberikan oleh guru. Begitu juga dalam aspek tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, siswa sudah bisa berbagi tugas dengan teman anggota kelompoknya.
Hal tersebut dibuktikan dari hasil penilaian siswa secara berkelompok pada siklus I pertemuan 1 memperoleh rata-rata sebesar 65 pada pertemuan 2 diperoleh nilai rata-rata sebesar 72,5. Sedangkan pada siklus II pertemuan 1 diperoleh nilai rata-rata sebesar 81,25 dan pada pertemuan 2 sebesar 88,75. Hal ini sependapat dengan Trianto (2007:41) bahwa tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Hal ini mengindikasikan bahwa hasil belajar siswa secara berkelompok dalam pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together semakin membaik yang berdampak pada efektivitas pembelajaran dan menyenangkan, yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Ketuntasan hasil belajar siswa dari siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan, pada siklus I memperoleh rata-rata ketuntasan klasikal sebesar 75,40% dan meningkat pada siklus II menjadi 95,65%.
Temuan ini sependapat Hamalik (2008:114) yang menyatakan bahwa bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motorik. Bahwa seseorang sedang berfikir dapat dilihat dari raut mukanya, sikap dalam ruhaniyahnya tidak bisa dilihat yaitu apa yang dipikirkan dalam hati seseorang yang sedang belajar tidak dapat dilihat.
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).
Pemilihan model pembelajaran sangat menentukan hasil belajar karena apabila model pembelajaran yang kita gunakan tidak sesuai dengan materi yang diajarkan akan berdampak terhadap hasil belajar siswa. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dan materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik (Trianto, 2011:52).
Peningkatan hasil belajar ini disebabkan karena dalam penyampaian pelajarannya dengan menyenangkan sehingga konsep-konsep yang disampaikan dapat lebih mudah diterima siswa, selain itu penggunaan hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleah Lozanov yaitu hanya dalam keadaan gembira dan tenang siswa akan dapat menggunakan potensinya yang terpendam dan rasa gembira merupakan prasarat bagi proses belajar mengajar yang efektif dan cepat (Djanali, 2007:33). Jadi materi yang disampaikan dapat lebih mudah diserap siswa. Dan dalam proses pembelajarannya menggunakan model kooperatif sehingga dapat membuat siswa lebih tertarik dan lebih mudah dalam mengikuti pembelajarannya.
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan dalam (Trianto, 2010:56) yaitu pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivisme, pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Karena menurut Johnson & Johnson (Trianto, 2011: 57) tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas:2003) sehingga kombinasi ketiga model diatas sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Hal ini sesuai dengan Slameto (2010:34-35) mengajar yang dipentingkan ialah adanya partisipasi guru dan siswa satu sama lain. Guru merupakan koordinator, yang melakukan aktivitas dalam interaksi sedemikian rupa, sehingga siswa belajar seperti yang kita harapkan. Jadi guru haruslah menggunakan cara mengajar yang baik dan menciptakan hubungan yang baik dengan siswa agar siswa belajar dengan baik serta hasil belajar dapat tercapai dengan maksimal.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi yaitu pada aktivitas guru dan aktivitas siswa serta hasil belajar dan pembahasan pada penelitian tindakan kelas ini maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together pada materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya di kelas IV SDN Amawang Kiri Muka Kandangan dengan Sangat Baik, terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam mempelajari materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya yang berada pada kategori sangat aktif dan terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN Amawang Kiri Muka materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya melalui model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Hendaknya guru IPA pada saat melaksanakan pembelajaran mampu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang dianjurkan sehingga mampu meningkatkan keaktifan siswa serta hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran. Alternative model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa yaitu kombinasi dari model pembelajaran Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Penelitian ini sebaiknya dijadikan salah satu alternative pilihan sebagai bahan masukan dalam membina guru yang akan melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together dan juga bias dijadikan rujukan bagi guru yang ingin menggunakan model ini pada saat pelaksanaan pembelajaran.
Hendaknya peneliti dapat memanfaatkan hasil penelitian dengan sebaik-baiknya dan dapat meneliti lebih lanjut hasil temuan yang diperoleh untuk kepentingan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, peningkatan aktivitas pembelajaran, dan meningkatkan motivasi belajar siswa.
Daftar Pustaka
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan pelaksanaan dan peningkatan hasil aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa melalui kombinasi model Problem Based Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together pada materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Amawang Kiri Muka tahun ajaran 2015/2016 semester 2. Hasil penelitian ini adalah penerapan kombinasi model Problem Based Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together dapat meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Amawang Kiri Muka pada Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya. Adapun langkah pembelajarannya dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Orientasi siswa pada masalah, (2) Menyajikan gambaran sekilas materi yang dipelajari, (3) Pembagian kelompok terorganisir dan heterogen, (4) Mengajukan lembar Permasalahan yang harus dikerjakan siswa dalam kelompok, (5) Menunjuk salah seorang siswa untuk mendemonstrasikan sesuai skenario, (6) Membimbing siswa melakukan penyelidikan, memotivasi dan memfasilitasi tiap kelompok, (7) Membimbing siswa berbagi tugas dengan temannya, (8) Guru memanggil salah satu nomor secara acak, (9) Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa yang dipanggil nomornya, (10) Membantu menganalisis proses berpikir siswa.
Salah satu insting manusia adalah selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu disekelilingnya yang belum diketahuinya. Berawal dari rasa ingin tahu maka timbullah ilmu pengetahuan. Tampaklah bahwa manusia itu sangat membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan-kemampuan mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik.
Mengingat pentingnya peran pendidikan di dalam kehidupan saat ini, tentu kita harus menyoroti secara mendalam jenjang demi jenjang pendidikan yang akan dikenyam oleh para generasi penerus. Pendidikan di Indonesia terdiri atas beberapa jenjang yakni Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Pengaruh pendidikan di SD terhadap pendidikan pada jenjang berikutnya juga pernah disinggung oleh teorites pendidikan Stoops dan Johnson (1967). Pendidikan di SD merupakan dasar dari semua pendidikan. Keberhasilan anak didik mengikuti pendidikan di sekolah menengah dan perguruan tinggi sangat ditentukan oleh keberhasilannya mengikuti pendidikan di SD. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah (UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003, pasal 17 ayat 1).
Betapa pentingnya memahami konsep bagi kita dan anak pada khususnya, tidak terkecuali penguasaan konsep-konsep IPA untuk kelangsungan hidup manusia dan kemanusiaan. Pembelajaran IPA di SD diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta proses pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari sehingga menuntut guru menciptakan interaksi dan komunikasi dalam penyajian materi pelajaran hingga tercapainya tujuan instruksional yang ditetapkan. Guru mempunyai kewajiban untuk memilih dan menetapkan model, metode, alat peraga, dan media yang relevan dengan tujuan instruksional pembelajaran.
Chamisijatin seperti dikutip oleh Risani (2013:3) menyebutkan ciri pembelajaran IPA yang seperti itu menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Selain itu, IPA juga diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah yang dihadapinya. Penerapan IPA perlu dilaksanakan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.
Tujuan pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Sekolah Dasar antara lain agar siswa memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan dan gagasan tentang alam sekitar. Untuk itu, pendekatan pembelajaran IPA itu dipandang sebagai pengetahuan dan proses kegiatan, antara lain melakukan percobaan membuat dugaan, membuat simbol, membuat model, menemukan pola, menafsirkan, membuktikan, menggeneralisasikan, mengambil keputusan dan mengkomunikasikan (Wasih, 2011:2). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Susanto (2013:167) bahwa pembelajaran IPA adalah pembelajaran dalam memahami alam sekitar melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang dijelaskan pada penalaran-penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Pembelajaran IPA di sekolah dasar diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah seseorang. Sikap ilmiah itu dapat dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan siswa pada saat melakukan diskusi, percobaan, simulasi dan kegiatan proyek lapangan.
Berdasarkan data pencapaian tiga tahun terakhir yaitu 2012/2013, 2013/2014, dan 2014/2015 pada materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya didapatkan data bahwa memang terjadi permasalahan belajar yaitu rendahnya hasil belajar yang didapatkan siswa. Rata-rata hampir setengah dari jumlah siswa yang tidak tuntas hasil belajarnya. Dibuktikan dengan adanya data pada tahun 2012/2013 yang menunjukkan bahwa dari 25 orang siswa dengan KKM 60, hanya 52% yang memiliki ketuntasan hasil belajar dan 48% siswa yang tidak tuntas. Pada tahun 2013/2014 menunjukkan bahwa 45,16% siswa yang tidak tuntas, sedangkan siswa yang tuntas hanya 54,8% dari 31 orang siswa. Dan pada tahun 2014/2015 menunjukkan bahwa dari 20 orang siswa dari KKM yang sama dengan tahun sebelumnya yaitu 65 hanya 55% yang memiliki ketuntasan belajar sedangkan 45% siswa belum tuntas. Data-data tersebut tercatat dalam proses belajar mengajar IPA pada kelas IV SDN Amawang Kiri Muka materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya.
Dari hasil observasi penelitian tersebut dapat diketahui faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SDN Amawang Kiri Muka Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan tentang materi konsep perubahan lingkungan dan pengaruhnya, dikarenakan setiap pertemuan di dalam proses pembelajaran dilaksanakan tanpa melalui variasi ataupun penggunaan model pembelajaran yang dapat menambah antusias siswa. Proses pembelajaran seperti ini tentu akan menghambat kreativitas, antusias dan potensi keaktifan di dalam diri siswa yang tentunya akan berdampak pada pembelajaran yang kurang bermakna, siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran, siswa cepat bosan dan tentunya pembelajaran tidak berjalan maksimal sesuai dengan harapan. Siswa cenderung hanya mampu menghafal materi yang disampaikan tetapi belum mampu memahami konsep secara keseluruhan. Hal ini menggambarkan efektifitas proses pembelajaran dalam kelas masih rendah dan tujuan pembelajaran belum tercapai.
Berdasarkan uraian di atas dianggap perlu untuk melakukan suatu tindakan nyata oleh guru dalam mengatasi permasalahan pada anak didiknya tersebut. Penggunaan model pembelajaran yang sesuai adalah jawabannya, seorang guru yang baik adalah ketika guru tersebut dapat menerapkan tindakan nyata berupa model pembelajaran yang sesuai dengan masalah yang dihadapi agar efektivitas pembelajaran matematika akan belajar dengan baik dan berkualitas.
Kualitas pengajaran atau tingkat kejelasan pengajaran dalam memilih strategi yang digunakan merupakan salah satu faktor dalam tingkat keberhasilan untuk memecahkan masalah siswa. Alternatif strategi pembelajaran IPA yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat bagi siswa. Untuk mempersiapkan siswa dimasa mendatang perlu model yang mengaitkan pembelajaran dengan masalah yang dihadapi siswa sehari-hari. Model pembelajaran yang dapat digunakan adalah kombinasi model Problem Based Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Model Problem Based Learning (PBL) sangat potensial untuk melatih peserta didik berpikir kritis dalam menghadapi berbagai masalah dan dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Model pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, pemecahan masalah juga dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. Selain itu, pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. Selain model Problem Based Learning peneliti juga menggunakan metode Demonstrasi. Metode demonstrasi ini bertujuan untuk memperjelas konsep dan proses terjadinya suatu proses karena siswa melihat sendiri proses tersebut. Dengan melihat sendiri suatu proses, kesan siswa terhadap suatu materi pembelajaran diharapkan lebih mendalam. Karena dalam mata pelajaran IPA selalu ada kegiatan percobaan yang bisa didemonstrasikan siswa. Peneliti berharap melalui demonstrasi ini dapat menambah pemahaman siswa. Agar siswa tidak merasa bosan dan pembelajaran menjadi menyenangkan maka peneliti menambahkan model Numbered Heads Together.
Peneliti merasa tertarik untuk mengatasi masalah tersebut dengan mengangkat judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya Menggunakan Kombinasi Model Problem Based Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together di Kelas IV SDN Amawang Kiri Muka Kandangan”.
METODE
Pendekatan
penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif.. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang berdasarkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati, pengumpulan datanya
dilakukan secara gabungan, bersifat induktif, dan hasil penelitian lebih
menekankan makna.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas. Istilah
dalam bahasa Inggris adalah Classroom
Action Research (CAR). Penelitian tindakan kelas adalah
proses pengkajian masalah pembelajaran dalam kelas menggunakan aturan
metodologi tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan
kualitas pembelajaran di dalam kelas. Sanjaya (2009:44) mengatakan arti PTK itu sendiri
adalah “proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi dari
dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut”.
Jenis data yang
disajikan dalam penelitian ini adalah data kualitatif data kuantitatif yang
terdiri dari data kualitatif yaitu berupa hasil persentase dalam kriteria
penilaian yang didapatkan dari observasi terhadap aktivitas guru dan aktivitas
siswa dalam tahapan-tahapan pembelajaran menggunakan kombinasi model Problem Based Learning, metode
Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Untuk mengukur aktivitas guru menggunakan rumus jumlah skor aktivitas guru yang
diperoleh dibagi skor maksimal dan dikali 100%. Sedangkan untuk aktivitas siswa
secara klasikal dihitung dengan rumus jumlah skor yang diperoleh semua
siswadibagi jumlah skor maksimal dan dikali 100%.
Data kuantitatif yaitu berupa nilai hasil belajar
secara individual yaitu memenuhi KKM yang diinginkan serta secara klasikal yang
memenuhi persentase ≥80% yang didapatkan dari tes hasil belajar dalam bentuk
tertulis. Data kuantitatif merupakan data tentang hasil belajar siswa pada
akhir kegiatan. Adapaun data kuantitatif untuk mengukur kemampuan siswa secara
individual adalah dari hasil belajar dari tes evaluasi yang diberikan setiap
akhir pembelajaran. Sedangkan untuk ketuntasan klasikal diperoleh dari rumus
jumlah siswa yang berada pada kategori tuntas dibagi jumlah siswa dan dikali
100%.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil observasi aktivitas guru selama siklus
I dan siklus II pada penelitian tindakan kelas ini diketahui telah terjadi
perbaikan aktivitas guru dalam melakukan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, metode
Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Dapat dikatakan
bahwa aktivitas guru dari siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan
kualitas pembelajaran, pada siklus I pertemuan 1 aktivitas guru memperoleh skor
35 dan pada pertemuan 2 memperoleh skor 36 yang berada pada kategori Baik
kemudian pada siklus II pertemuan 1 aktivitas guru memperoleh skor 43 dan pada
pertemuan 2 memperoleh skor 47 yang berada pada kategori Sangat Baik. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:
Peningkatan ini dapat dilihat dari
kegiatan pembelajaran secara keseluruhan, aktivitas siswa dalam kelompok, dan
hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan keberhasilan guru dalam kegiatan
pembelajaran akan menunjang keberhasilan siswa dalam belajar. Seperti yang
diungkapkan oleh Suriansyah (2009:15) bahwa dalam proses perencanaan
pembelajaran, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,
akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan
sendiri materi yang harus dipahaminya. Pembelajaran adalah proses memfasilitasi
kegiatan penemuan agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui
penemuannya sendiri (bukan mengingat sejumlah fakta).Menurut Ngalimun (2013:89) model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Selain itu, Rahyubi (2012:225) juga mengemukakan bahwa peranan guru dalam model Problem Based Learning (PBL) sebagai pembimbing dan negosiator. Terbukti dengan memaksimalkan bimbingan kepada siswa berdampak pada meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa. Sejalan denga ungkapan Rusman (2011:203) bahwa “Guru hanya memfasilitasi, memotivasi, membimbing, dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran dengan pengelolaan kelompok-kelompok siswa”.
Guru telah mampu mengkondisikan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan berpusat pada siswa. Siswa pun terlihat antusias mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together. Dalam hal ini guru telah berusaha melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah dibuat dan semua aturan yang harus dikerjakan oleh siswa mengenai permasalahan yang dihadapi. Senada dengan pendapat Kunandar (2007:368) menyatakan tipe Numbered Heads Together yang dikembangkan oleh Spancer Kagan (1993) dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran melalui empat langkah yaitu: 1) penomoran (Numbering), 2) pengajuan pertanyaan (Questioning), 3) berpikir bersama (Head Together), dan pemberian jawaban (Answering).
Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa aktivitas guru dalam menggunakan kombinasi model Problem Based Learning, metode Demostrasi, dan Numbered Heads Together ini semakin membaik dengan meningkatnya aktivitas siswa dan hasil belajar di tiap siklusnya, sehingga guru sudah dapat menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Karena keberhasilan guru dalam kegiatan pembelajaran akan menunjang keberhasilan siswa dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Trianto (2011:17) bahwa “Cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasyarat bagi siswa untuk dapat belajar dengan baik”.
Berdasarkan hasil pengamatan pada aktivitas siswa selama siklus I dan siklus II pada penelitian tindakan kelas ini diketahui telah terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Peningkatan aktivitas siswa tersebut terjadi karena di dalam pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi,dan Numbered Heads Together siswa tidak hanya mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru, namun siswa dapat aktif dalam memecahkan masalah, bekerjasama dalam kelompok, mengemukakan pendapat untuk memecahkan masalah yang diajukan, disiplin, dan bertanggung jawab, sehingga siswa tidak saja dilatih untuk mandiri, tapi juga berfikir kritis dan aktif dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Hal ini didukung oleh pendapat Wardhani (Supinah dan Titik Supanti, 2010:17) yang menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang bertujuan merangsang terjadinya proses berpikir tingkat tinggi dalam situasi yang berorientasi masalah. Model pembelajaran ini dapat memberdayakan siswa untuk menjadi seorang pribadi yang mandiri dan mampu menghadapi setiap permasalahan yang ada baik sekarang maupun di kemudian hari. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Slavin (2009:57) bahwa pentingnya penggunaan model pembelajaran kooperatif dimana siswa yang mempunyai tingkat kinerja yang berbeda dapat membantu satu sama lain, dapat menjadi sasaran yang efektif untuk membantu semua anak belajar, dengan pembagian siswa secara heterogen berguna untuk terjadinya pertukaran pengetahuan bagi siswa berpencapaian tinggi terhadap siswa yang berpencapaian rendah.
Selain itu, meningkatnya aktivitas siswa di dalam kegiatan belajar mengajar karena Model Pembelajaran Kooperatif juga disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya (Trianto, 2011:58). Karena sesuai dengan pendapat Trianto (2010:58) bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi yang melibatkan siswa bekerja secara berkaloborasi untuk mencapai tujuan bersama. Sejalan dengan Hidayati (2008:209) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok kecil untuk belajar.
Siswa belajar bersama sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri. Selain penggunaan model pembelajaran kooperatif penghargaan juga diperlukan siswa sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:244) yang mengatakan penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya. Penilaian dilakukan saat kerja kelompok dan pada tahap tanggapan antar kelompok dimana guru melakukan penilaian berdasarkan pengamatan selama proses berlangsung dan tertuang dalam lembar pengamatan.
Dalam pelaksanaannya pembelajaran sudah berpusat pada siswa guru hanya membimbing dan mengarahkan dan pada saat pembelajaran berlangsung siswa juga terlihat antusias. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusman (2011:321) menyatakan bahwa pembelajaran harus berpusat pada siswa (student-centered learning) dan pembelajaran harus bersifat menyenangkan (learning is fun), agar mereka termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa diperintah dan agar mereka tidak merasa terbebani atau takut. Untuk itu maka guru harus selalu mengupayakan agar pembelajaran bersifat menyenangkan, serta memotivasi anak agar anak mengadakan eksplorasi, kreasi, dan bereksperimen terus dalam pembelajaran.
Pada setiap pertemuan guru selalu memotivasi siswa agar dapat selalu bekerjasama dengan anggota kelompoknya, karena peningkatan siswa dalam berkelompok disebabkan guru sudah bisa memotivasi siswa untuk kompak dengan kelompoknya. Karena belajar berkelompok sangat penting dan semua siswa harus terlibat langsung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (2011: 28) belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukan pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pembelajaran (sasaran didik) , sedangkan mengajar menunjukan pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Selain itu, belajar berkelompok menurut Djamarah (2008: 124-125) menyebutkan sifat khas pada siswa kelas tinggi salah satu adalah gemar membentuk kelompok sebagai sarana untuk dapat bermain bersama dan belajar. Sehingga wajar terdapat peningkatan pada siswa saat berkelompok apalagi jika mereka cocok dengan teman kelompoknya.
Berdasarkan hasil belajar siswa yang diambil dari nilai evaluasi akhir pada siklus I dan siklus II pada penelitian tindakan kelas ini diketahui telah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Berdasarkan hasil evaluasi belajar siswa dalam kerja kelompok menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. Seperti kerjasama dalam kelompok, siswa telah mampu bekerjasama dengan anggota kelompoknya. Mengungkapkan pendapat dan membuat kesimpulan, dari setiap pertemuan siswa selalu mengalami peningkatan dalam mengungkapkan pendapat dan membuat kesimpulan karena bimbingan yang diberikan oleh guru. Begitu juga dalam aspek tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, siswa sudah bisa berbagi tugas dengan teman anggota kelompoknya.
Hal tersebut dibuktikan dari hasil penilaian siswa secara berkelompok pada siklus I pertemuan 1 memperoleh rata-rata sebesar 65 pada pertemuan 2 diperoleh nilai rata-rata sebesar 72,5. Sedangkan pada siklus II pertemuan 1 diperoleh nilai rata-rata sebesar 81,25 dan pada pertemuan 2 sebesar 88,75. Hal ini sependapat dengan Trianto (2007:41) bahwa tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Hal ini mengindikasikan bahwa hasil belajar siswa secara berkelompok dalam pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together semakin membaik yang berdampak pada efektivitas pembelajaran dan menyenangkan, yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Ketuntasan hasil belajar siswa dari siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan, pada siklus I memperoleh rata-rata ketuntasan klasikal sebesar 75,40% dan meningkat pada siklus II menjadi 95,65%.
Temuan ini sependapat Hamalik (2008:114) yang menyatakan bahwa bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motorik. Bahwa seseorang sedang berfikir dapat dilihat dari raut mukanya, sikap dalam ruhaniyahnya tidak bisa dilihat yaitu apa yang dipikirkan dalam hati seseorang yang sedang belajar tidak dapat dilihat.
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).
Pemilihan model pembelajaran sangat menentukan hasil belajar karena apabila model pembelajaran yang kita gunakan tidak sesuai dengan materi yang diajarkan akan berdampak terhadap hasil belajar siswa. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dan materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik (Trianto, 2011:52).
Peningkatan hasil belajar ini disebabkan karena dalam penyampaian pelajarannya dengan menyenangkan sehingga konsep-konsep yang disampaikan dapat lebih mudah diterima siswa, selain itu penggunaan hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleah Lozanov yaitu hanya dalam keadaan gembira dan tenang siswa akan dapat menggunakan potensinya yang terpendam dan rasa gembira merupakan prasarat bagi proses belajar mengajar yang efektif dan cepat (Djanali, 2007:33). Jadi materi yang disampaikan dapat lebih mudah diserap siswa. Dan dalam proses pembelajarannya menggunakan model kooperatif sehingga dapat membuat siswa lebih tertarik dan lebih mudah dalam mengikuti pembelajarannya.
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan dalam (Trianto, 2010:56) yaitu pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivisme, pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Karena menurut Johnson & Johnson (Trianto, 2011: 57) tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas:2003) sehingga kombinasi ketiga model diatas sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Hal ini sesuai dengan Slameto (2010:34-35) mengajar yang dipentingkan ialah adanya partisipasi guru dan siswa satu sama lain. Guru merupakan koordinator, yang melakukan aktivitas dalam interaksi sedemikian rupa, sehingga siswa belajar seperti yang kita harapkan. Jadi guru haruslah menggunakan cara mengajar yang baik dan menciptakan hubungan yang baik dengan siswa agar siswa belajar dengan baik serta hasil belajar dapat tercapai dengan maksimal.
Berdasarkan hasil observasi yaitu pada aktivitas guru dan aktivitas siswa serta hasil belajar dan pembahasan pada penelitian tindakan kelas ini maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together pada materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya di kelas IV SDN Amawang Kiri Muka Kandangan dengan Sangat Baik, terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam mempelajari materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya yang berada pada kategori sangat aktif dan terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN Amawang Kiri Muka materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya melalui model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Hendaknya guru IPA pada saat melaksanakan pembelajaran mampu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang dianjurkan sehingga mampu meningkatkan keaktifan siswa serta hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran. Alternative model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa yaitu kombinasi dari model pembelajaran Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Penelitian ini sebaiknya dijadikan salah satu alternative pilihan sebagai bahan masukan dalam membina guru yang akan melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together dan juga bias dijadikan rujukan bagi guru yang ingin menggunakan model ini pada saat pelaksanaan pembelajaran.
Hendaknya peneliti dapat memanfaatkan hasil penelitian dengan sebaik-baiknya dan dapat meneliti lebih lanjut hasil temuan yang diperoleh untuk kepentingan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, peningkatan aktivitas pembelajaran, dan meningkatkan motivasi belajar siswa.
Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djamarah, B. S. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Djanali,
Sopeno. (2007). Kapita Selekta
Pembelajaran. Banjarmasin : Pendidikan Jarak
Jauh Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan FKIPUniversitasLambung
Mangkurat.
Kunandar.
(2007). Guru Profesional Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.
Jagakarsa: Rajawali Pers.
Rusman.
(2011). Manajemen Kurikulum. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Slameto.
(2010). Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, Robert. (2009). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT.
Indeks.
Sudjana.
(2011). Dasar-dasar proses Belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Susanto, Ahmad. (2013). Teori
Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Trianto.
(2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep Landasan,
dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana.
Trianto. 2010. Mendesain model pembelajaran inovatif-pogresif.Surabaya: Kencana Prenada
Media Group.
UU
RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2003). Jakarta:
Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional.
Post a Comment