Apakah Literasi Hanya Untuk Pelajaran Bahasa dan Sastra?
Table of Contents
Persepsi kita tentang literasi biasanya diasosiasikan dengan kegiatan yang berkaitan erat dengan membaca buku, puisi, berpidato dan semacamnya, mengarang cerita pendek (cerpen) dan novel, bercerita berupa dongeng, hikayat, legenda dan sebagainya. Pendapat umum ada yang menyatakan literasi adalah bahasa dan sastra, literasi itu bagian dari mata pelajaran dan mata kuliah bahasa dan sastra, literasi itu ‘milik’ dan ranah ilmu linguistik.
Dalam praktik di sekolah, literasi merupakan kompetensi para guru bahasa dan sastra Indonesia. Di perguruan tinggi, literasi adalah disiplin ilmu dosen bahasa, sastra dan budaya. Guru dan dosen yang secara formal tidak mempelajari bahasa dan sastra merasa tidak perlu mengetahui apalagi memahami, menguasai dan terampil literasi.
Dengan kata lain, masih muncul dan berkembang luas anggapan bahwa literasi secara konsep maupun substansi, baik dalam teori maupun praktik, tidak ada hubungan sama sekali dengan bidang-bidang yang lainnya.
Sebenarnya jika literasi disematkan kepada hampir setiap topik, literasi dapat menggantikan istilah ‘pengetahuan’ (Dewayani, 2017; 11). Bahkan ternyata sejak tahun 1940, istilah literasi sering digunakan dalam artian memiliki pengetahuan maupun keterampilan di satu bidang tertentu, maka ada literasi komputer, literasi statistik, literasi media, literasi sosial, literasi ekologis, literasi bencana, literasi kesehatan (https://en.wikipedia.org/wiki/Literacy), literasi parenting dan sebagainya, selain literasi baca tulis dan literasi numerik sebagai literasi dasar (basic literacy).
Ada yang sangat menarik, terkait mata pelajaran ilmu pasti yaitu matematika, misalnya. Hampir sebagian besar siswa meyakini matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan bahkan menjadi momok yang ‘menyeramkan’. Ternyata keterampilan membaca yang kita kenal dan biasa dipraktikkan itu bisa sangat membantu dalam memahami matematika.
Sebenarnya jika literasi disematkan kepada hampir setiap topik, literasi dapat menggantikan istilah ‘pengetahuan’ (Dewayani, 2017; 11). Bahkan ternyata sejak tahun 1940, istilah literasi sering digunakan dalam artian memiliki pengetahuan maupun keterampilan di satu bidang tertentu, maka ada literasi komputer, literasi statistik, literasi media, literasi sosial, literasi ekologis, literasi bencana, literasi kesehatan (https://en.wikipedia.org/wiki/Literacy), literasi parenting dan sebagainya, selain literasi baca tulis dan literasi numerik sebagai literasi dasar (basic literacy).
Ada yang sangat menarik, terkait mata pelajaran ilmu pasti yaitu matematika, misalnya. Hampir sebagian besar siswa meyakini matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan bahkan menjadi momok yang ‘menyeramkan’. Ternyata keterampilan membaca yang kita kenal dan biasa dipraktikkan itu bisa sangat membantu dalam memahami matematika.
Kemampuan menarasikan matematika secara deskriptif, menjelaskan rumus-rumus yang ada secara aplikatif dengan menggunakan contoh-contoh berupa cerita yang sederhana dan menarik, mengoptimalkan otak kanan, utamanya kecerdasan bahasa untuk mengerti dan memahami logika dan penalaran yang terkandung di dalam matematika serta mengenali bahwa matematika sebagai media kreatif.
Dengan keterampilan narasi yang bisa dikembangkan dari literasi bahasa baik berupa baca dan tulis tersebut, maka matematika menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Dari pola seperti ini, tentunya dapat diterapkan di dalam mempelajari dan mengajarkan mata pelajaran ataupun mata kuliah yang berbasis matematika dan sejenisnya di disiplin ilmu pengetahuan yang lain maupun teknologi.
Post a Comment